Hidup di era teknologi digital seperti saat ini, setiap hari kita diserbu beragam informasi dari segala penjuru. Layaknya air bah, arus informasi ini datang begitu cepat, dan dalam waktu yang sangat singkat.

Bagaimana tidak? Masyarakat zaman now nggak perlu lagi menunggu media besar berskala nasional untuk mendapatkan informasi. Asalkan punya ponsel pintar, bisa dibilang seluruh dunia kini berada dalam genggaman. Mau cari info tentang apapun, tinggal klik sana, klik sini, usap kanan, usap kiri dan tara! Semua hal yang kita butuhkan langsung terpampang nyata di layar ponsel.

Hal ini jelas jauh berbeda dari beberapa dekade yang lalu. Saya masih ingat sekali waktu masih SD bapak saya harus berlangganan koran untuk mendapatkan informasi penting setiap hari. Sayangnya, media cetak seperti itu punya banyak kelemahan, terutama dari segi real-time information. Berita yang dicetak hari ini adalah peristiwa-peristiwa yang terjadi kemarin atau kemarin lusa. Udah basi, istilahnya.

Manfaat dan Efek Negatif Era Digital

Bertambah Luasnya Lapangan Pekerjaan

Selain membanjirnya informasi, hadirnya media digital juga membawa banyak manfaat. Misalnya saja makin bertambahnya bidang-bidang pekerjaan yang baru, seperti makin menjamurnya e-commerce, beragam bidang pekerjaan berbasis media digital, hingga layanan jasa lainnya.

Kecepatan Arus Informasi

Dengan ponsel pintar, kita bisa mengakses ribuan informasi dengan sangat cepat. Beberapa bahkan ada yang real-time information. Misalnya saja kecelakaan pesawat Sriwijaya Air yang baru saja terjadi. Dalam hitungan menit, informasi tentang hal itu sudah menghiasi headline banyak media online. Tak ketinggalan, media sosial pun ikut meramaikan. Mulai dari kronologis kecelakaan, hingga proses evakuasi yang berlangsung.

Hoaks

Dalam kasus seperti ini, tentu peran media online sangat penting dalam proses penyebaran informasi hingga sampai ke telinga masyarakat. Namun di sisi lain kita juga tak boleh lengah dan harus tetap waspada agar bisa membedakan mana informasi yang valid, dan mana yang tidak. Hal ini penting supaya kita tidak terjebak oleh hoaks alias berita bohong.

Tidak bisa dipungkiri, dalam era digital ini siapa saja bisa membuat dan menyebarkan informasi apapun. Mau itu kaum berpendidikan tinggi, golongan biasa-biasa saja, hingga mereka yang “bukan siapa-siapa” bisa melakukannya. Oleh karena itu, kita sebagai pembacalah yang harus pintar memilih dan memilah informasi yang ada.

Provokasi dan Ujaran Kebencian

Tak hanya berita bohong, informasi yang mengepung kita setiap hari juga banyak yang meresahkan. Salah satunya adalah ujaran kebencian. Coba tilik ratusan ribu judul artikel online yang berkeriapan di lautan internet. Berapa banyak di antaranya yang memasang judul yang sangat provokatif, vulgar, dan bisa dengan mudah memantik rasa penasaran pembaca?  Padahal mah, kalau dibaca serius dan sampai tuntas, isinya belum tentu sesuai, bahkan ada pula yang sama sekali tidak membangun.

Hal ini tentu sangat berbahaya dalam konteks masyarakat Indonesia saat ini. Tahu dong, negara kita ini udah terkenal akan minat bacanya yang sangat ngirit. Dilansir dari laman keminfo, Indonesia berada di posisi ke-60 dari 61 negara dalam urusan minat baca, versi Central Connecticut State University pada Maret 2016 lalu.

Inilah yang tampaknya dimanfaatkan oleh sebagian orang untuk mengambil keuntungan. Salah satunya ya dengan pemakaian judul yang hiperbolik, eye catching, dan bikin penasaran tadi itu.

Lho kok bisa? Ya bisa to!

Di negeri yang lebih dari separuh penduduknya adalah pengguna aktif internet ini, sekitar 53 persennya mengaku menggunakan internet untuk mengakses media sosial. Dan seperti yang kita tahu, ada banyak sekali tautan berita yang disebarkan lewat beragam platform media sosial tadi, baik itu valid ataupun tidak.

Bisa dibayangkan, saat informasi-informasi ‘ajaib’ tadi berseliweran di beranda medsos mereka-mereka yang minim minat baca, berapa banyak di antara mereka yang mau membacanya sampai tuntas? Di sisi lain, berapa banyak di antaranya yang main sebar link lagi dengan bumbu caption yang tak kalah provokatif? Efek domino yang dihasilkan tentunya sangat mengerikan.

Dan sayangnya, masalah yang kita hadapi bukan cuma konten hoaks dan ujaran kebencian, loh. Masih ada hal lain seperti plagiarisme, persekusi, perundungan, hingga kejahatan siber yang lebih parah. Semua itu tentunya harus kita waspadai dan berantas bersama.

Nah, sampai di sini sepertinya kita harus tahu dan paham tentang pentingnya literasi digital.

Literasi Digital

What? Apaan tuh?

Pentingnya literasi digital

Menurut wikipedia, literasi digital adalah pengetahuan dan kecakapan untuk menggunakan media digital, alat-alat komunikasi, atau jaringan dalam menemukan, mengevaluasi, menggunakan, membuat informasi, dan memanfaatkannya secara sehat, bijak, cerdas, cermat, tepat, dan patuh hukum dalam rangka membina komunikasi dan interaksi dalam kehidupan sehari-hari.

Literasi digital tidak serta merta menunjukkan kita bisa menggunakan media sosial dan media-media internet lainnya, loh. Para pengguna juga dituntut untuk cakap dalam hal memanfaatkan teknologi dan perangkatnya juga. Selain itu, kita juga wajib bertanggung jawab atas semua konten yang dibuat dan disebarkan melalui internet.

Pandemi yang terjadi setahun terakhir ini, mau tidak mau membuat hampir semua orang ‘wajib’ bersinggungan dengan media digital, terutama gawai. Hampir semua aspek kehidupan kini harus dilakukan secara daring  menggunakan media dan teknologi terkini. Sekolah daring, kerja daring, jual-beli pun sebagian besar dilakukan secara daring. Hal ini tentu menjadi tantangan tersendiri bagi semua pihak. Di sini, sekali lagi, dibutuhkan literasi digital yang tinggi.

Siberkreasi sebagai Bagian dari Literasi Digital

Saat ini pemerintah bekerja sama dengan beberapa komunitas dan kalangan swasta mulai gencar menggiatkan gerakan literasi digital ini. Salah satunya adalah dengan membentuk Siberkreasi, yang bertugas mendukung dan mendorong netizen untuk menggunakan internet secara bijak dan bertanggung jawab, termasuk menyebarkan konten positif di media sosial.

Lewat wadah inilah, generasi milenial seperti kita diharapkan bisa memanfaatkan perkembangan teknologi, sehingga bisa lebih produktif dan mampu bersaing dengan negara lain. Apapun bidang keahlian dan passion-nya, kita bisa berkarya dan menciptakan atmosfer positif lewat aneka konten gambar, artikel, video, blog ataupun vlog.

Peran Blogger

Nah, sebagai salah satu blogger pemula, saya juga ingin sekali mengambil peran dalam memajukan literasi digital di tanah air. Meskipun masih banyak belajar, sebisa mungkin saya berusaha untuk menulis dan menyebarkan hal-hal yang positif dan bermanfaat. Harapannya, tentu saja para pembaca yang mampir ke blog betykristianto.com ini bisa mendapatkan pencerahan.  Minimal, saya bisa ikut menyebarkan positivisme bagi mereka lewat pengalaman hidup dan beragam info lainnya yang saya bagikan. Selain itu, saya juga menulis beberapa buku parenting untuk berbagi pengalaman mengasuh anak-anak.

Oya, saya juga memiliki beberapa blogger panutan. loh. Salah satunya adalah Teh Gilang Maulani, yang sering dipanggil Gemaulani, neng geulis yang baik hati dan tidak sombong.  Sumpah saya kaget banget pas tahu dara cantik ini mengelola sebelas blog yang semuanya produktif dan tentu saja isinya sangat berfaedah dan membangun. Huaaa… kece banget! Oya, beliau juga seorang penulis buku loh. Multitalenta lah pokokna mah.

Dalam salah satu sesi training dalam Kelas Growth Blogger, Teh Gema menjelaskan bahwa seorang blogger minimal harus menguasai teknik-teknik penulisan dengan baik dan benar. Hal ini bertujuan agar tulisannya mudah dipahami, enak dibaca, memiliki peluang lebih besar dilirik editor, serta mengurangi perdebatan akibat kesalahan penulisan kata.

Sesi training ini benar-benar full faedah. Para peserta tidak hanya diajarkan bagaimana membuat tulisan yang sesuai tata bahasa, tapi juga dibagikan beberapa tips membuat tulisan kita lebih reader-friendly. Kami diajarkan bagaimana menentukan jenis tulisan, panjang paragraf yang nyaman dibaca, penulisan sesuai PUEBI, hingga melakukan editing supaya tulisan itu betul-betul joss.

See… Seorang blogger itu ternyata nggak cuma bisa nulis doang yah. Tapi juga harus menguasai teknik penulisan, memastikan isi tulisannya bermanfaat, sekaligus mampu menarik minat pembacanya untuk terus stay tune. Di sinilah tugas dan peran blogger dalam menjalankan misi literasi digital akan terlihat.

Blogger-blogger seperti Teh Gema inilah yang punya andil besar dalam gerakan literasi digital di tanah air, supaya masyarakat kita ini makin terbuka dan paham bagaimana harus menyikapi teknologi dengan bijak. Ingat selalu ya, saring sebelum sharing!

Buat kalian generasi muda yang tentunya masih powerful, yuk bersama kita ikut andil dalam memajukan kehidupan negeri ini! Kalau aku pilih ngeblog dan nulis buku, kalian pilih apa? Tukar cerita yuk!

 

bety kristianto