Table of Contents
Tidak perlu menjadi keras, untuk tampil menjadi yang terkuat.
Kekuatan itu sejatinya bukan terletak pada seberapa kaku dan solidnya seseorang, tapi seberapa lentur dia bisa menahan tekanan dan kembali lagi pada bentuknya yang semula, atau berubah menjadi sesuatu yang benar-benar baru. Itulah kekuatan yang sesungguhnya.
***
Dari dulu, jaman saya masih kecil ibuk saya suka bilang kalau jadi perempuan itu musti sabar. Nggak boleh grusa grusu, kalau dikasih tau sama orangtua sing nurut. Sama guru juga nggak boleh ngelawan, kalau main harus behave, enggak boleh pake celana pendek. Jaman segitu boro-boro hotpants. Pake celana selutut aja udah dipelototin sama bapak hahaha..
Berhubung saya anak wedok satu-satunya, ke mana-mana saya selalu dianter, kecuali ke sekolah doang. Ada sih waktunya saya dikasih pergi sendiri, biasanya pas mau les ke bu guru yang tinggalnya di RW sebelah, atau saat mau ekskul ke sekolah. Selebihnya, bapak akan setia mengantar jemput saya.
Jadi anak perempuan satu-satunya di rumah juga memberi saya pengalaman menjadi yang tersayang. Apa-apa dibantuin. Enggak boleh kecapekan, apalagi terlantar sendirian. Entah itu di rumah atau di luar, saya harus selalu ditemenin. Meski demikian, saya tetap diberi tanggung jawab untuk menjaga diri sendiri.
Saya inget banget saat duduk di kelas 2 SD, bapak duduk mendampingi saya belajar.
Malam itu bapak bilang, “Kalau kamu mau pandai, kamu harus belajar. Bapak nggak bisa terus-terusan nemenin kamu, kamu harus mandiri. Ngerti?”
Saya ngangguk-angguk patuh. Dan nasihat itu terngiang terus sampai saya dewasa. Karena itu saya enggak pernah absen belajar seharipun. Saya pengen sekolah tinggi, trus jadi orang yang bisa membanggakan orangtua. Meski begitu, saya nggak pernah inget apa cita-cita waktu kecil dulu. Ngambang aja gitu.
Lulus SMP, saya merantau ke kota. Biar nggak capek, saya pun ngekost. Mulai saat itu saya tahu tentang arti mandiri. Saya mulai mau belajar memasak, mencuci, menyeterika baju hingga mengatur keuangan. Nggak lupa juga time management mulai saya lakukan dengan baik. Menski enggak langsung jago, minimal saya enggak keteteran ngatur hidup sendiri.
Seminggu sekali saya pulang ke kampung, sekedar melepas rindu sama bapak ibu. Tapi sebenernya, hal yang terpenting adalah minta jatah uang jajan untuk seminggu ke depan. Hahaha.. maklum ortu saya termasuk golongan kolot yang lebih suka pake cara konvensional. Boro-boro dibuatin ATM, uang jajan saya hanya pas untuk seminggu itu. Belakangan saya baru tahu, itu adalah trik mereka supaya saya bisa pulang tiap minggu. Hohohoho.
Kalau ditanya alasan kenapa saya mau repot-repot ngekos dan jauh dari orangtua, sebenernya jawabannya cukup singkat. IRI sama kakak. Titik.
Itulah alasan sesungguhnya kenapa saya ngotot pengen sekolah di kota dan ngekos, tinggal jauh dari ortu. Masalahnya, kakak cowok saya satu-satunya waktu itu udah kuliah di luar negeri. Kebetulan otaknya emang encer jadi dia dapet beasiswa penuh di negeri singa.
Apa enggak takut?
Bohong kalau saya jawab enggak. Sesungguhnya, di bulan-bulan pertama saya ngekos, berat badan langsung turun beberapa kilo. Bukan cuma karena capek, alasan utamanya adalah karena malarindu yang menghimpit kalbu. *halaah!*
Ya gimana enggak malarindu, saya yang biasanya dianter jemput ke mana-mana, makan tinggal makan, tidur enggak pake mikir nanti bangun mau ngapain. Semua udah disiapin. Sekarang? Semua kebutuhan hidup harus saya usahakan sendiri. Hiks hiks… udah pengen nangis bombai aja rasanya. Tapi tekad pengin sekolah tinggi di kota mengalahkan segalanya. Kalau kakak saya bisa, kenapa saya enggak? Emang cuma cowok yang bisa sekolah jauh? Begitu pikir saya.
Baca juga : Inilah 5 Fakta yang Harus Lelaki Pahami Tentang Perempuan
Ok, fine! Saya singsingkan lengan baju piyama dan berjuang melawan ketakutan diri sendiri.
Nah, sejak SMA itulah, hidup di perantauan menjadi keseharian saya hingga beberapa tahun yang lalu. Setelah menyelesaikan SMU dan kuliah, saya merantau ke Jakarta dan berlabuh di Bandung sampai akhir 2013 lalu.
Beruntung banget saya bisa mencicipi dunia luar, mengecap bangku kuliah, kerja sama bule, hingga sekarang kerja di rumah, nulis buku dan jadi blogger. Coba waktu itu saya enggak berani menaklukkan diri sendiri. Mungkin sekarang saya enggak akan tahu mana-mana. I go nowhere and end up somewhere. Hadeeuh.
Pengalaman bertahun-tahun digembleng dalam kelas kehidupan yang keras, membuat saya mengerti bagaimana merajut mimpi. Mengawali segalanya dari ndlosor, hingga kini bisa mendekati puncak adalah kenikmatan luar biasa yang Tuhan berikan. Proses yang saya lalui enggak mudah. Jatuh bangun, jungkir balik, nangis dan meratap, hingga tertawa lepas menjadi moment-moment indah yang kini bisa saya ceritakan.
Bukan bermaksud menggurui, tapi saya adalah salah satu orang yang telah membuktikan bahwa menjadi perempuan itu luar biasa. Kalau dulu, ada sebagian orang yang beranggapan perempuan enggak perlu kakehan polah, enggak butuh sekolah, enggak boleh petakilan, endebrai… endebrai.. kini dunia menyaksikan jutaan kaum hawa yang menjadi sosok-sosok inspiratif dan luar biasa.
Saya belajar tentang beberapa hal dalam perjalanan hidup hingga saat ini. Di antaranya:
1. Perempuan harus bisa mandiri
Kemandirian ini sangat penting bukan hanya saat masih single. Jadi istri dan ibu pun kita harus bisa mandiri, enggak bergantung 100 persen sama suami atau orang lain. Kebayang lah kalau ke mana-mana harus nunggu suami, bisa molor indomie sepiring hahaha. Belum kalau anak-anak udah sekolah, minta dianter ke sana-sini, les ini itu, dan lain-lain. Atau kita yang kerja kantoran, mau ngapa-ngapain harus nunggu suami anterin. Duh, kebur sibos marah dweh.
Kemandirian juga bicara tentang pengambilan keputusan. Memang sih, sebagai istri kita harus taat sama suami. Tapi untuk urusan-urusan tertentu, kita tentu harus bijak mengambil keputusan. Mosok mau masak apa besok harus tunggu keputusan pak swamik. Atauu.. mau pergi piknik ke mana juga musti nunggu ketok palu sibos? Aiih apa kata dunia??
Trus buat kita-kita yang jadi bos di kantor. Nggak ada ceritanya dong, bu boss enggak bisa mutusin sesuatu. Bisa dipecat dah! Yakan?
2. Perempuan harus terdidik
Bicara tentang pendidikan, banyak orang akan langsung berasumsi soal sekolah formal. Well, yes tentu saja itu enggak salah. Tapi sebenernya juga enggak sepenuhnya bener. Jaman now gini pendidikan mah bisa dilakukan di mana aja. Nu penting mah, perempuan itu harus up to date. Enggak boleh ada ceritaya emak-emak enggak tahu apa-apa kecuali gosip murahan yang tiap hari nongol di tipi.
Jadi perempuan terdidik itu bicara bukan hanya masalah otak, tapi juga behaviour. Makanya di kontes kecantikan itu ada yang namanya 3B, Brain, Beauty, Behaviour. Enggak cuma cantik di fisik, tapi juga cerdas dan berakhlak mulia. That’s important buat kita saat harus mendidik anak-anak nantinya. Bukankah ibu adalah sekolah utama kehidupan anak-anaknya?
Kalau memungkinkan bersekolah formal yang tinggi, why not? Tapi kalau memutuskan untuk ber-home schooling atau mengambil pendidikan informal juga enggak masalah. Selama hasilnya baik, saya piki fine-fine aja sih.
Yuk mampir sini juga : Pencapaianku di Tahun 2018
3. Perempuan harus bisa berkomunikasi dengan baik
Perempuan dikaruniai kecerdasan bahasa yang luar biasa. Dalam sehari, Tuhan membekali kita dengan stok 20.000 kata untuk dihabiskan. Jadi enggak ada ceritanya perempuan enggak bisa ngomong. Kalau ada, itu bukan karena dia enggak bisa, tapi karena enggak mau.
Komunikasi bisa dilakukan dalam beragam cara, mulai dari lisan hingga tulisan. Untuk itu, belajar menjadi komunikator yang baik itu harus. Semua dimulai dari pendidikan dini saat masih di lingkungan keluarga.
Saya beruntung tumbuh besar di keluarga yang komunikatif dan hangat. Hampir enggak ada waktu kami untuk diem-dieman. Meski saat masih balita hingga sekitar kelas 2 SD saya termasuk golongan pendiam, sekarang enggak lagi. Saya belajar menuangkan isi pikiran lewat puisi dan beragam coretan di buku diary. So, sebenernya saya sedang menghabiskan jatah kata-kata saya, bukan?
Perempuan pegang peran besar dalam mengajarkan anak berbicara, melakukan banyak hal. Lihatlah, berapa banyak public speaker yang berasal dari kaum hawa?
4. Perempuan harus memiliki sisi religius yang kuat
Perempuan adalah tiang doa dalam keluarga. Karena itulah, sejak kecil anak perempuan harus dikenalkan pada pendidikan rohani yang benar. Meski suami tetaplah iman dan kepala keluarga, istrilah yang menjaga pondasi doa agar rumah tangga tetap kokoh dan berjalan di rel yang tepat.
Hampir semua pria sukses, memiliki istri dan pendamping yang luar biasa. Mereka yang tak terlihat oleh dunia, itulah yang membuat kaki para pria hebat itu teguh berdiri. Dan itulah yang menjadi tugas kita.
5. Perempuan harus punya self image yang positif
Banyak kali dalam hidup, perempuan dinomorduakan, disepelekan, bahkan enggak dianggap. Hal itu bisa menggoyahkan iman dan merusak citra dirinya. Berapa banyak perempuan yang menganggap dirinya lemah, enggak berguna dan enggak berdaya? Inilah yang harus kita dobrak.
Untuk Mommies yang punya anak perempuan, jangan lupa untuk menanamkan pilar ini sejak dini. Ingatlah bahwa anak perempuan sama dengan anak lelaki, berhak dicintai dan mencintai dirinya sebagaimana adanya. Dengan begitu, perempuan akan tumbuh menjadi pribadi yang PD dan enggak mudah jatuh dalam depresi.
Beberapa espisode kehidupan telah membawa saya dalam kelas-kelas bernama Kesesakan, Ketidakmampuan, Kekurangan, Kelemahan, Sakit Penyakit, Minder dan Sakit Hati. Di sana saya belajar bagaimana harus tetap tegar, memaafkan masa lalu, dan berjuang untuk bangkit dari kejatuhan. Saya belajar membangun kembali citra diri yang positif, menyempurnakan sisi religius saya, mencoba berbicara dengan positif dan berkomunitas dengan orang-orang yang “sehat” jiwa raganya. Hal ini membuat saya bisa terus berjalan dalam rel kehidupan hingga saat ini.
So, kalau hari ini ada Mommies yang sedang galau, lungkrah, hidup kok rasanya gini-gini aja, ingatlah bahwa perempuan itu mahkluk yang hebat, kuat, lentur dan istimewa. Daripada mengeluh dan mengumbar amarah, lebih baik menelutkan lutut, bersujud dan berdoa memohon kekuatan dan kelenturan ekstra. Relakan diri kita dibentuk oleh sang hidup hingga kembali ke bentuk semua, atau justru sesuatu yang benar-benar baru seperti saya.
Jangan memberontak! Hidup membawa kita dalam sesi pembentukan yang mungkin menyakitkan. Tapi semua akan berakhir dengan indah pada waktunya. Seorang panjunan tak akan terus menerus membentuk tanah liatnya dengan tangan sepanjang waktu. Ada saatnya ia akan berhenti, memberi jeda yang cukup untuk melihat hasil karyanya dan memolesnya hingga cantik sebelum memajang atau menjualnya pada pembeli. Begitupun hidup kita.
Be still and firm, be joyful and bright.
Because we are beautiful and precious!
Luar biasa mbak Bety. Sayapun pernah pengen kuliah keluar kota. Tapi gak boleh sama bapak.
Hehe iya mba, sejak lulus SMP udah ngerantau saya.. 🙂
Yess segala hal cukup ditutup dengan keimanan sebagai perempuan yang takut akan Tuhan
betul Bunda.. setuju banget
Betul sekali mbak , jadi perempuan itu tantangannya banyak sekali terlebih setelah menikah & menjadi ibu, harus lebih kuat berkali kali lipat menghadapi setiap tekanan & kesulitan2 yg ada, krn anak yg hebat pastinya terlahir dari sosok ibu yg hebat pula..
Huwaaat? Dirimu SMA sudah merantau? Huebaat! Aku SMA masih manja-manjaan sama ortu. Dan bener banget sih, sekarang kerasa, menjadi perempuan justru harus kuat. Bukan kuat yang kaku karena itu mudah patah, tapi justru harus lentur agar tahan dengan dinamika kehidupan.
Setuju mbok sama semua point diatas. Terutama point 4. Pondasi agamanya kudu dikuatkan dulu biar hal-hal lain juga mengikuti. Kalo tingkat agama da religiusnya sudah baik aku yakin point yang lain pun akan mengikuti baiknya. Aku bangga jadi perempuan. Semangaat mbok
Saya setuju bahwa perempuan harus punya sisi religious yang kuat. Karena kan nanti jadi mama yang tugasnya jadi pendidik pertama dan utama bagi anak anaknya.
Sama yang nomer lima oke bangett..mau saya terapin ke anak perempuan saya yang mau jadi gadis remaja.harus ditanamkan untuk punya self image yg positive apalagi ini kasus perundungan masih marak aja
Sama nih…perempuan harus mandiri. Tapi tetap sih keluarga no 1. Mandiri tapi seenaknya sendiri yaa engga cocok juga sih buat aku.
Lima tipsnya keren. Cocok aku…
Aih … Aku suka nih sama tulisannya Simbok. Tekad kuat diperlukan kalau kita mau melihat dunia luar. Jangan takut. Kalau pun kemudian menghadapi masalah, ya dihadapi saja. Justru masalah itu yang kerapkali menggembleng kita buat lebih tangguh dari sebelumnya. Daaan, yang aku suka dari tulisan ini adalah Simbok nggak membahas bahwa perempuan wajib banget bisa masak, wkwkwwk
Saya mengawali merasakan hidup ngekos setelah lulus SMA tapi hanya satu tahun. Lalu kembali lagi ke kota kelahiran, Kota Malang yang kebetulan sekali rumah berada di tengah-tengah pusat kota alias dekat berbagai macam kampus bagus. Ya mau nggak mau, emang wajib kudu kuliah di Kota Malang yang terkenal memiliki pendidikan bagus.
Maunya orang tua biar hemat di ongkos. Cukup bayar kuliah dan keperluannya saja. Itu sih trik mereka.
Hahaha…
Tapi, saya mendapatkan didikan hidup mandiri sekali Kak. Jadi, saya cukup seneng juga meski hidup di kota sendiri. Tapi, jadinya nggak biasa ke mana2 deh.
Sekarang, saya sedang belajar point 4 dan 5. Dilaksanakan barengan.
Semoga makin banyak perempuan hebat Indonesia.
Terima kasih dan salam.
Hehe ortunya terlalu sayang tuh mba. makasih udah mampir ya! Salam
setuju banget sama semuanya terutama memiliki religius yang kuat. Masyaallah, betul sih. Perempuan harus punya agama yang kuat supaya keluarganya pun terdidik karena memiliki agama. karena dengan agama manusia akan lebih dimanusiakan. sip mbok ulasannya kece.
Baca ini serasa meneguk air yang segaaar. Setuju deh dengan pemaparan simbok. Pun saya juga pernah merasakan merantau dan belajar jadi perempuan tangguh.
Sekarang semua cerita masa lalu itu indah untuk dikenang dan jadi pengingat diri saat mulai lemah; dulu saya bisa, berarti sekarang pasti juga bisa. Bahkan harus lebih baik lagi karena udah jadi istri dan ibu.
Betul mba, pengalaman selalu jadi guru terbaik ya.. semangat terus pokoknya!
sepakat banget, Mbak. no.4 sama 5 terutama. Hampir lupa untuk menanamkan self image positif ini, saya pun banyak jatuh dan terjebak di sini. Bismillah jadi dingatkan kembali untuk membekali bab ini untuk anak perempuan saya nanti
Saya punya dua anak perempuan mbak. Memang terkadang gak tega nyuruh mereka ini itu. Tapi kalo tidak disiapkan sejak dini, saya khawatir mereka jadi anak manja. Padahal wanita itu harus kuat dan dan mandiri. Makasih sharingnya ya mbak.