”Hidup manusia itu sejatinya seperti bunga rumput. Hari ini ada, esok tiada.”

Tips Sehat antiaging

Kalimat itu sepertinya pas untuk menggambarkan perasaan saya beberapa tahun yang lalu. Saya tergolek lemah di sebuah sofa. Antara ada dan tiada, sadar dan tak mampu bergerak, pandangan saya kabur menatap langit-langit rumah yang seakan tak berujung. Malam itu, suhu tubuh saya mencapai titik tertinggi seumur hidup: 40,5°C. Pikiran saya melayang-layang, menembus batas waktu. Sekali waktu saya seakan terlempar ke masa kecil, beberapa detik kemudian terhempas ke masa sekarang. Napas terasa berat dan sepertinya hampir putus. Entah, apakah saya sedang pingsan, terlelap, atau justru sekarat. Yang pasti, saya merasa sangat takut. Takut kalau-kalau waktu saya sudah dekat.

Sore sebelumnya, saya divonis dokter untuk menjalani rawat inap. Diagnosis sementara adalah DBD. Kadar trombosit dalam darah drop hingga di bawah 150.000 dan suhu tubuh melonjak. Namun karena keterbatasan ruang perawatan, saya diperbolehkan pulang dengan catatan, jika ada keluhan berat maka harus segera dilarikan kembali ke UGD. Dengan pertimbangan si Kakak juga lagi sakit, saya setuju untuk pulang, meski di rumah pun nggak bisa ngapa-ngapain. Sementara suami saya suruh menjaga si kakak yang juga demam, saya putuskan untuk tidur saja di sofa. Dan, itulah yang saya alami, lemah tak berdaya dan akhirnya selepas subuh dilarikan kembali ke RS.

Lima hari pertama di rumah sakit, saya masih demam tinggi. Bermacam obat dan antibiotika sudah dimasukkan, tapi sepertinya virus-virus jahat itu masih betah tinggal di dalam sana. Akhirnya dokter melakukan tes widal untuk mengetahui apakah ada virus thypus. Daaan … hasilnya positif, pemirsah! Huaaa… jangan ditanya rasanya ya. Badan sudah remuk redam tak bisa digerakkan. Saya hanya bisa terbaring lemah seorang diri.

Penderitaan belum selesai. Di hari ketujuh, saya mengalami pendarahan hebat saat buang air kecil. Setengah sadar, saya dituntun suster untuk kembali ke tempat tidur dan harus menjalani bedrest total, nggak boleh turun dari kasur. Praktis, saya makin kalut. Suhu tubuh saya masih berkisar 38-40°C, pendarahan hebat, sembelit, dan bibir pecah-pecah saking panasnya. Beberapa malam, saya mengigau. Meracau, memanggil-manggil nama Rafael, si sulung.

Beruntung, pendarahan itu nggak sampai membuat saya harus menjalani transfusi darah. Yang saya ingat, waktu itu dokter bilang kalau usus saya luka, kemungkinan bolong, dan itulah yang menyebabkan bleeding tadi. Untuk mengatasinya, dokter mengganti obat dan antibiotika. Memasuki hari ke-10, saya masih demam. Beruntung keesokan harinya demam berangsur turun, hingga hari ke 13, saya diperbolehkan pulang.

Ahh, mengingat kembali peristiwa itu, saya masih merinding. Nggak lagi-lagi deh, kena penyakit mengerikan seperti itu. Saya ngeri aja kalau sampai bleeding nggak bida dihentikan, bisa-bisa saya harus menjalani transfusi darah, dan harus dirawat lebih lama lagi di rumah sakit.

Sebuah Titik Balik

Pengalaman itu, membuat saya begitu bersyukur diberikan kesempatan untuk hidup sehat lagi. Butuh waktu sekitar 3 bulan sebelum saya bisa beraktivitas normal lagi. Virus thypus membuat saya harus mengurangi banyak aktivitas dan menjaga pola makan. Mengurangi junk food, gorengan, santan, asam, dan pedas adalah PR besar setelah keluar dari rumah sakit. Tahu sendiri kan, mamak mana yang tahan godaan syurga seperti itu? Tapi demi kesehatan, saya pun mulai mengubah gaya hidup menjadi lebih sehat.

Makan lebih sehat

Kalau diingat-ingat lagi, sebelum sakit waktu itu, saya rajin banget konsumsi mi instan. Alasan capek dan nggak ada waktu untuk memasak, ditambah kerjaan kantor yang sangat padat, membuat saya mengambil jalan pintas untuk mengenyangkan perut. Setelah sembuh, saya mulai makan lebih sehat, banyak sayur dan buah. Selain itu, saya juga sangat mengurangi jajan di luar dan lebih banyak memasak sendiri makanan untuk kami sekeluarga. Kini, saya juga makan lebih banyak sayuran mentah dan air jeruk nipis di pagi hari, mengurangi makanan olahan, junk food dan berkolesterol tinggi lainnya.

Memperbaiki pola tidur

Meski sering kali harus terjaga di malam hari karena tuntutan profesi, saya mulai memaksa diri untuk menyediakan lebih banyak waktu untuk tidur yang berkualitas. Minimal 6 jam sehari cukuplah untuk mengisi ulang tenaga yang hilang. Selagi ada kesempatan, saya usahakan untuk tidur siang secukupnya.

Minum Air Putih Lebih Banyak

Tubuh yang terhidrasi sempurna akan membuat kita tetap on, dan menunjang vitalias. Sebagai hasilnya, kita bisa tetap aktif setiap hari. Minuman kalengan, beralkohol, berkafein tinggi, dan bersoda mulai saya kurangi asupannya. Hanya sesekali saja saya mengonsumsinya, itupun kalau benar-benar ingin. Pokoknya ke mana-mana harus selalu membawa botol minum, deh.

Kelola Stres dengan Tepat

Bekerja di bawah tekanan, tentu saja membuat siapa saja mudah terkena stres. Tapi saya memutuskan untuk menerimanya dengan damai, dan menjalani semua tugas dan tanggung jawab pekerjaan maupun rumah tangga dengan lebih santai. Bukan berarti seenaknya, tapi saya nggak mau terbebani dan frustasi karena masalah-masalah tersebut. Saya berusaha menikmati waktu-waktu me time maupun bersama keluarga, dan membagi fokus pada beberapa hal berdasarkan skala prioritas. Di sisi lain, saya berusaha meningkatkan level dan kualitas spiritual saya.

Berbagi Hidup dengan Sesama

 

Sejak mengalami pendarahan hebat dan hampir menjalani transfusi darah, saya jadi bertanya-tanya gimana ya seandainya waktu itu beneran harus transfusi? Ada nggak yang mau jadi donor? Sakitkah? Trus gimana kalau saya yang berada dalam posisi sebagai pendonor darah. Sakit nggak, lemes nggak? Bahaya apa nggak ya, jangan-jangan darah saya berkurang banyak, trus malah jadi sakit. Duh… bermacam pertanyaan memenuhi benak ini.

Dari situ, saya mulai bertanya-tanya dan mengumpulkan informasi. Ternyata, untuk bisa menjadi pendonor darah itu nggak susah kok. Kita hanya perlu memenuhi syarat di bawah ini.

  1. Berusia 17 – 65 tahun
  2. Berat badan minimal 45 kg
  3. Kadar hemoglobin >12,5 gr% sampai dengan 17,0 g%
  4. Tekanan darah (sistol) 100-170 mmHg ) dan (diastol) 70-100 mmHg.
  5. Suhu tubuh antara 36,6-37,5° Celcius
  6. Tidak mengalami gangguan pembekuan darah (hemofilia)
  7. Memiliki denyut nadi antara 50-100 kali/menit
  8. Terakhir kali menyumbang darah 3 bulan sebelumnya atau maksimal 5 kali dalam setahun.

Selain itu, kita juga harus dinyatakan bebas dari penyakit jantung, paru paru, kanker, tekanan darah tinggi (hipertensi), diabetes militus, penyakit kelainan darah, epilepsi dan kejang, Hepatitis B atau C, Raja Singa (Sifilis), ketergantungan Narkoba, kecanduan alkohol, dan tidak memiliki risiko tinggi terhadap HIV/AIDS.

Bagi teman-teman yang ingin menjadi donor tapi kebetulan lagi habis sakit, masih bisa mendonorkan darah, dengan beberapa catatan. Misalnya, setelah demam dan sakit gigi, tunggu 5 hari setelah sembuh. Setelah operasi kecil dan menderita thypus, kita harus menunggu dulu sampai 6 bulan ke depan.

Setelah operasi besar atau melakukan tranfusi, menerima tindakan tatto, tindik, tusuk jarum, dan transplantasi, kita harus menunggu satu tahun lagi. Peraturan yang sama berlaku juga untuk kita yang baru sembuh dari hepatitis atau berkunjung ke daerah endemis malaria.

Nah, kebetulan suami saya pernah beberapa kali mendonorkan darahnya. Dari ceritanya, pengalaman donor darah itu nggak menakutkan, malah banyak manfaatnya. Singkat cerita, dia mengajak saya kapan-kapan menjadi donor darah, wahhh… Saya langsung terbelalak.

Menjadi donor? Pengen sih, tapi… takut sakit, takut darah saya kurang banyak, takut terkontaminasi penyakit, dan bla bla bla… Kalau dipikir-pikir, hal itu nggak sepenuhnya salah ya, mengingat sesuatu yang baru selalu terlihat menakutkan.

Nah, setelah kondisi fisik saya kembali kuat, saya pun memutuskan untuk ikut dalam aksi donor darah yang kebetulan diadakan di gereja. Makan kenyang, tidur yang cukup, dan minum lebih banyak adalah beberapa persiapan yang saya lakukan. Meski sempat panas dingin dan nervous, akhirnya saya berhasil menaklukkan ketakutan dalam hati.

Rasanya gemetaran saat jarum suntik menembus nadi. Saya langsung memalingkan muka dan menikmati momen pertama kali sebagian darah saya tersedot keluar. Hm, not bad lah. Ternyata nggak sesakit yang saya bayangkan loh! Selesai proses pengambilan darah, saya langsung dipersilakan beristirahat dan minum teh manis lengkap dengan beberapa makanan pendamping. Karena donor darah ini nggak berbahaya bagi kesehatan, kita boleh langsung beraktivitas lagi setelah istirahat 10-15 menit. Dengan catatan, nggak pusing dan mual.

Kesan pertama mendonorkan darah, luar biasa. Rasanya bangga dan senang sekali bisa memberikan darah bagi mereka yang membutuhkan. Persis seperti seorang pahlawan kesiangan deh. Hahaha, norak!

Tapi percaya nggak, setelah itu saya keranjingan ikut donor darah setiap 3 atau 6 bulan. Kebiasaan  ini berlanjut hingga beberapa tahun kemarin, dan baru berhenti setelah saya hamil dan menyusui. Kalau ada waktu dan kesempatan, saya pengin banget mendonorkan darah lagi.

Aksi donor darah, sejatinya memang nggak hanya bermanfaat bagi yang menerima saja. Kita pun bisa mendapatkan beragam manfaat donor darah, seperti yang dilansir oleh DokterSehat berikut ini:

Mendapatkan pemeriksaan kesehatan secara gratis

manfaat donor darah

 

Sebelum menjalani donor darah, kita akan diperiksa oleh petugas. Meliputi pemeriksaan nadi, tekanan darah, suhu tubuh, dan kadar hemoglobin. Selain itu, darah kita juga akan diuji untuk beberapa penyakit, termasuk Hepatitis B, Hepatitis C, HIV, Virus West Nile, Sipilis dan Trypanosoma cruzi. Ini sama artinya dengan deteksi dini terhadap penyakit mematikan, bukan?

Mengenai hasilnya, jangan khawatir. Petugas hanya akan menginformasikan kepada pendonor yang positif terjangkit penyakit tertentu. Dan, informasi ini bersifat sangat rahasia, artinya nggak akan bocor kepada pihak yang tidak berkepentingan. Kalau kita nggak dihubungi oleh petugas yang berwenang ((amit-amit deh ya)), itu berarti kita dinyatakan sehat.

Menjaga kesehatan jantung

manfaat donor darah

 

Dengan mengurangi persediaan darah, tubuh terhindar dari penumpukan zat besi yang bisa menyebabkan terjadinya oksidasi kolesterol. Akibatnya, kita terhindar dari risiko penyakit jantung dan penyumbatan pembuluh darah koroner.

Meningkatkan produksi darah merah

manfaat donor darah

 

Setidaknya, ada 5 liter darah yang terus mengalir dalam tubuh kita. Dengan menyumbangkan sekitar 480 ml darah, maka tubuh kita akan memproduksi sel darah merah yang baru. Artinya, tubuh kita akan lebih segar dan metabolisme pun terjaga.

Menurunkan berat badan

manfaat donor darah

 

Kehilangan 480 ml darah dari tubuh, akan menyebabkan pembakaran sekitar 650 kalori. Jumlah ini cukup untuk mengurangi lingkar pinggang kita. Selain sehat, bermanfaat, juga bikin penampilan makin oke kan?

Mengurangi risiko kanker

manfaat donor darah

 

Berdasarkan sebuah studi, ditemukan penurunan kecil pada risiko terjadinya kanker pada mereka yang rutin menyumbangkan darahnya. Hal ini termasuk kanker hati, usus besar, paru-paru, kerongkongan dan kanker perut. Selain itu, donor darah juga menurunkan risiko inflamasi dan meningkatkan kapasitas antioksidan pada tubuh.

Mengurangi kelebihan zat besi

manfaat donor darah

 

Kekurangan zat besi memang berbahaya bagi tubuh, tapi kelebihan zat besi juga bisa mengakibatkan gangguan kesehatan yang disebut dengan hemochromatosis. Pada tahap yang lebih berat, bisa juga mengarah pada terbentuknya sel kanker dan hepatitis C.

 

 

Di Indonesia, donor darah ini dilindungi oleh Peraturan Pemerintah (PP) No. 2/2011 tentang pelayanan donor darah yang diatur oleh PMI sebagai tujuan sosial dan kemanusiaan. Selain itu, donor darah yang resmi di bawah pengawasan PMI juga dilindungi oleh UU No. 36/2009 tentang Kesehatan.

Proses donor darah biasanya berlangsung sekitar 1 jam, sejak kedatangan sampai selesai. Untuk alurnya seperti ini

 

Proses donor darah

Registrasi

Kita akan diminta menunjukkan kartu identitas yang berlaku dan kartu donor (jika sudah memiliki). Selanjutnya mengisi formulir pendaftaran yang berisi pertanyaan terkait riwayat kesehatan.

Pemeriksaaan Kesehatan

Meliputi pemeriksaan tekanan darah, kadar hemoglobin, golongan darah, suhu tubuh, denyut nadi, dan beberapa pertanyaan seputar riwayat kesehatan dan penyakit yang pernah diderita. Jika lolos, kita akan dipersilakan untuk menunggu panggilan berikutnya.

Donasi

Proses pengambilan darah bisa dilakukan dalam posisi duduk atau berbaring. Nggak perlu takut ya, semua peralatan medis yang dipakai sudah dalam keadaan steril dan siap digunakan. Petugas medis akan membuka segel dari setiap peralatan yang dipakai atas persetujuan kita. Setelah darah yang diperlukan cukup, petugas akan menutup area bekas suntikan dengan perban steril.

Istirahat/pemulihan

Biasanya, kita akan diberi waktu untuk beristirahat sekitar 10-15 menit untuk memulihkan diri. Jika terasa pusing atau mual, kita harus memberitahukan kepada petugas dan mungkin saja harus beristirahat lebih lama.

Untuk memulihkan tenaga, sebaiknya kita mengonsumsi makanan yang kaya akan zat besi, asam folat, riboflavin, dan Vitamin B6. Seperti kacang-kacangan, daging, ikan, buah-buahan, yoghurt dan susu. Hm, nikmat ya?

So, sekarang nggak takut lagi dong buat donor darah. Yuk join di  #AksiSehatCeria dan bikin hidup kita lebih bermakna! Ingat ya, setetes darahmu sangat berarti.

 

 

Referensi:

  • www.doktersehat.com
  • www.hellosehat.com
  • www.wikipedia.com

 

Sumber gambar:

  • www.pixabay.com
  • shutterstock.com

 

Infographic

  • Penulis