Hidup di era pandemi seperti yang sedang kita jalani saat ini bener-bener nggak mudah. Bukan hanya karena harus ekstra waspada tiap hari, waswas dengan jumlah pasien positif Covid-19, atau deg degan saat harus keluar rumah saja yang bikin galau. Terkurung di balik tembok rumah dengan bonus seabreg domestic job sungguh bikin banyak orang terserang penyakit jenuh. Emang sih, dampak positif wabah corona ini bikin kita bisa bangun relationship yang lebih baik sama anak-anak. Tapi ya tetep aja, gak mudah kan menjaga pikiran tetep hepi. Huhuhu…
Belum lagi, buat emak-emak kayak saya yang masih harus jadi guru dadakan karena metode School from Home, harus pinter ngatur waktu dan bagi tenaga untuk menyelesaikan semuanya. Tiap kali liat tumpukan setrikaan yang setinggi gunung Agung rasanya wes kudu teriaaak, “Pengen liburaaaan!” gitu. Sst, tau nggak manteman, selain Covid-19, ternyata kita juga waspada loh sama Cabin Fever. Apa itu Cabin Fever? Kuy kita obrolin bareng-bareng ya.
Jadi, Cabin Fever itu adalah semacam emosi negatif yang muncul karena seseorang terlalu lama “terisolasi” dari dunia luar alias nggak ketemu sama orang lain.
Hal ini diperparah dengan adanya perasaan “terkucil” atau terputus hubungan dengan dunia luar yang biasanya dimiliki.
Gejala umum Cabin Fever ini sangat bervariasi, mulai dari “sekedar” perasaan jenuh, bosan, mati gaya, hingga ke gejala yang lebih serius seperti kegelisahan yang berlebihan, high tempered alias cepet marah, merasa putus asa, nggal bersemangat, gangguan tidur, kehilangan kepercayaan pada orang lain, atau bahkan depresi dalam berbagai levelnya.
Beberapa orang memilih cara yang beragam untuk mengatasi Cabin Fever ini. Mainan gadget, stalkingin medsos, atau main tik-tok bisa jadi pilihan sih. Tapi, kembali lagi, sebagian orang lainnya nggak bisa menghindarkan diri dari gangguan Cabin Fever. Apalagi kalau di rumah tuh beneran olangan atau nggak ada partner buat nge-jam bareng atau at least sekedar ngopi manjah di sore hari. Kebayang dong, betenya kek manaaa…
Bepergian keluar rumah tentunya akan menjadi obat paling efektif untuk melawan penyakit ini. Tapi ya mau gimana lagi, ancaman virus corona di luar rumah bukan main-main, Jek! Nggak mau dong hanya karena pengen main, malah berisiko tertular Covid-19. Ih amit-amit saya mah.
Meskipun saat ini pemerintah tampaknya mulai ngelonggarin aturan untuk masyarakat, menyusul berakhirnya PSBB di sejumlah daerah, mall dan fasilitas publik mulai dibuka, saya sih lebih milih tetep #dirumahaja sampai pada batas yang enggak ditentukan. Ngeri euy, bawa anak-anak keluar rumah, apalagi kongkow di resto atau kafe seperti dulu. Lagian apa asiknya hangout sambil pake-pake masker. Huhuhuhu…
Well, balik lagi ke Cabin Fever ya. Meski jarang ditemukan pada level akut, penyakit ini nggak bisa dianggap enteng, Genks! Salah-salah, malah bisa berujung bahaya kalau nggak ditangani dengan cepat dan tepat.
Nah, berikut beberapa tips mencegah Cabin Fever yang bisa kita lakukan di rumah.
- “Bawa” dunia luar ke dalam rumah
Eits, jangan meremehkan aktivitas sepele yang selama ini mungkin nggak pernah kita perhatiin yah. Misalnya aja, kita coba berkebun di teras, balkon atau tempat lain di seputaran rumah bisa jadi hal yang menyenangkan loh. Kalau nggak, cobain deh bangun lebih pagi, matiin AC, trus buka jendela sebelum matahari terlalu terik. Dijamin, seger gitu sensasinya.
Kalau saya kebetulan ada sawah dan tanah luas di samping rumah. Terkadang, saya suka keluar bentar sambil jalan-jalan ama krucils. Nggak lama sih, palingan sekitar 10-15 menit doang, plus masih mengenakan masker ya.
Lain lagi dengan Kevin. Untuk mengobati kangen sama dunia luar, dia saya ijinin sepedaan di dalem rumah. Kalau nggak, main air di balkon belakang sambil cuci mainan. Seru juga loh! Kuy, cobain deh. Tapi kalau lagi pengen anteng di dalem rumah, Kevin suka kalau saya bolehin baca buku sambil bersuara keras. Manfaat read aloud ini banyak lho. Temen saya, Melina Sekarsari, nulisin soal hal ini di blognya. Tengokin ya.
- Bikin rutinitas yang mengasikkan
Mentang-mentang WFH, jangan terus asik rebahan aja, yes! Terapin rutinitas seperti yang biasa kita lakuin di hari biasa. Bangun tidur, exercise bentar, trus mandi dan “masuk” kantor seperti biasa. Jangan lupakan sarapan ya. Biar seterong ampe siang.
Nah, buat mak emak yang nggak kerja kantoran, tetep harus bagi waktu antara ngerjain tugas domestik ama kasih waktu buat diri sendiri beristirahat dan bersenang-senang. Kalau saya yang selama ini punya jadwal antar jemput sekolah, selama anak-anak SFH ya jadinya harus mengganti waktu menunggu mereka bersekolah menjadi waktu buat nemenin mereka belajar. Meski kadang masih suka disambi ngerjain hal lainnya sih. Tapi sebisa mungkin saya nyediain waktu untuk me time. Sekedar nonton drakor sambil nyetrika baju, atau selonjoran sambil baca novel saat anak-anak rehat makan siang atau menjelang tidur.
- Tetap jaga komunikasi
Meski “terkurung” di sangkar emas, sebaiknya kita harus tetep berkomunikasi sama orang luar ya. Buat kalian yang WFH mungkin bisa saling menyapa temen kantor atau ikutan online meeting sama bos dan bawahan. Nah buat kita-kita yang biasa di rumah, bisa juga kok menjaga hubungan dengan orang-orang yang terkasih. Misalnya video call-an ama orang tua, besties, atau ngajakin anak menghubungi temen-temennya. Ajak mereka berkreasi dengan membuat video keroyokan juga lucu loh. Saya aja sempet bikin juga beberapa kali hehehe. Mayan buat ngusir stres.
Tapi, inget ya selama masa karantina ini, sebaiknya kita memastikan jalinan komunikasi yang kita miliki tetap punya positive vibes. Sepengalaman saya, di beberapa WAG suka banyak yang bahasannya rada ajib, ada yang suka sharing macem-macem info soal corona yang aneh-aneh gitu. Nah, kalau yang kek gini sih saya pilih leave group aja, Marimar! Capek akutuh sama rangorang gak penting. Bukannya semangat, kebanyakan nelen info yang belum tentu bener gitu justru bikin kita ikutan galau dan at the end nurunin imunitas deh.
- Express your creative side!
Semua orang tuh sebenernya kreatif loh, hanya saja kita kadang nggak sempet nge-eksplor diri dengan maksimal. Nah, mumpung lagi banyak waktu di rumah plus mencegah bahaya Cabin Fever, kenapa nggak kita bebaskan diri untuk berkreasi sih?
Contohnya kayak saya, kan suka banget difoto dan nyanyi. Ya, akhirnya saya pilih dua hal itu buat seneng-seneng, sekaligus berkekspresi. Jangan ditanya bagus apa nggaknya yah. Kesehatan mental lebih venting hahahaha. Menjaga otak tetap sibuk adalah koentji melawan rasa bosan yang melanda, bukan?
- Get sweat!
Olahraga adalah salah satu cara jitu untuk menjaga otak tetap sehat. Selama berolah raga, tubuh kita melepaskan hormon endorphin yang bermanfaat untuk memberikan efek bahagia dan memperbaiki suasana hati. Selain itu, otak juga dibanjiri dengan oksigen yang bikin kita tetep sehat meski #dirumahaja. Pas kan, untuk mencegah Cabin Fever? Kalau saya mulai mencoba melakukan yoga meski cuman ngandelin YouTube hahaha.
Menjaga kesehatan fisik selama masa pandemi memang penting. Tapi bagi saya, tetap waras dan sehat mental, gak kalah penting terutama untuk mencegah Cabin Fever. Terutama kalau kita masih harus lebih lama lagi menahan diri dari dunia luar. Kalaupun pengen jalan-jalan, tentu kita harus tetap memerhatikan protokol kesehatan dan mencari alternatif tempat wisata yang relatif aman untuk anak-anak dan orang-orang tercinta. Masih galau juga? Weslah, mending kayak saya. Stay at home, have more praying time, and enjoy every little time with our beloved! This too, shall pass. I believe…
Meski rumahku begitu mungil, saat ini adalah istana terindah tempat aku dan keluarga merasa aman. Terus terang ya, aku nggak stress-stress amat karena banyakan di rumah. Mungkin karena sebenarnya tergolong anak rumahan. Ya kalau diajak jalan-jalan tapi situasi aman mah mau banget, wkwkwk …
Yang paling menyiksa buatku adalah pakai maskernya itu. Kangen menghirup udara di sawah belakang rumah, tepian sungai Katulampa, kebun-kebun jagung di belakang komplek, langsung dari kedua lubang hidung. Rasanya beda banget kalau pakai masker.
Nah, makanya nggak ada tuh keinginan makan-makan di luar. Malah bingung aku piye carane makan kalau pakai masker, hahaha …
Sehat-sehat kita semua, yaaa …
Aku pernah dicurhatin teman di awal pandemi. Dia stress di rumah aja. Kayaknya kena cabin fever itu. Untungnya dia hobi berkebun. Mayan jadi ke luar rumah dan kena matahari…
Bener banget mbak, kesehatan dan kewarasan otak lebih utama saat situasi seperti ini. Aku juga terkadang nggak bisa atur waktu antara kelas online muridku sendiri, ditambah kelas duo krucilku. Trus pekerjaan domestik segunung minta dibelai, rasanya pengen teriak. Hahaha, tapi akhire pilih nonton drama ne ‘yang yang’ dulu sebelum aku berubah jadi maklampir. Hahaha
Wis 5 bulan Mbak, rasane wis nano-nano. Makin mager tapi kadang aku malah merasa ngeri sama dunia luar. Tapi secara psikologis aku gak sanggup kalau lebih lama lagi. Meskipun cuma lari2, aku butuh banget keluar. Sementara ini aku berusaha banyakin aktivitas dunia nyata sih. Selain gak sempat nge-online ya karena berusaha hadir penuh di rumah. Cara ini kuanggap lumayan membantu.
Meski pemerintah udah memberikan kelonggaran, saya juga masih milih diam di rumah dan baru keluar kalau ada keperluan yang penting, Mbak.
Pergi keluar pun, main ke empang milik keluarga aja, udah kerasa seger