Bagi kebanyakan orang, sukses adalah ketika mereka telah berhasil mencapai sesuatu. Di mana sesuatu tersebut berbeda-beda bagi setiap orang. Bisa berupa jabatan yang tinggi, kekayaan, popularitas, bermanfaat bagi orang banyak, lebih sehat, lebih langsing, mobil mewah, dan lain sebagainya. Semuanya diawali dengan menetapkan suatu tujuan, yaitu keinginan untuk mencapai sesuatu tersebut. Kemudian dilakukanlah usaha-usaha untuk mencapainya, yang biasanya menuntut perubahan kebiasaan.

Sebagai contoh jika ingin menjuarai lomba lari, maka kita harus mempunyai kebiasaan tertentu untuk mencapainya. Misalnya dengan rutin berlatih lari dan kelengkapannya seperti menjaga pola makan, latihan kekuatan, tidak merokok, dan sebagainya. Namun mengubah kebiasaan itu tak mudah, termasuk mengarahkannya untuk mencapai tujuan. Jika saja kebiasaan bisa dengan otomatis selaras dengan tujuan kita, tentu hidup kita akan sangat disiplin, teroganisir, dan mudah mencapai kesuksesan.

Jika kita ingin mahir pencak silat otomatis sehari-hari kita akan rutin latihan fisik, kelenturan, gerak dasar, jurus, belajar berusaha memahami keilmuannya tanpa merasa terpaksa dan tidak terasa berat dengan rutinitas yang ada. Sayang kenyataannya tidak seperti itu, kebiasaan agar selaras dengan tujuan tidak bisa dilakukan seenaknya dan sambil lalu. Adaptasi kebiasaan baru membutuhkan banyak waktu dan kesabaran untuk melatihnya dan bisa jadi diwarnai dengan kegagalan-kegagalan.

Realistis dalam Menentukan Tujuan

Menentukan tujuan pun harus realistis agar lebih mudah tercapai. Kebiasaan yang sudah kita miliki berpengaruh dalam menentukan tujuan yang realistis. Karena untuk mencapai tujuan diperlukan perubahan kebiasaan. Dan semakin besar jarak kebiasaan kita dengan kebiasaan baru yang ingin kita miliki, akan semakin berat pula kita untuk merubah kebiasaan.

Misalnya kita ingin rutin jalan kaki lima kali seminggu agar lebih sehat dan lebih langsing. Mereka yang sebelumnya sudah rutin jalan kaki 1-2 kali seminggu akan lebih mudah mencapai tujuan itu dibanding dengan yang sama sekali tidak pernah olahraga jalan kaki. Maka harus realistis, jika tidak pernah olahraga sebaiknya jangan langsung menargetkan jalan kaki lima kali seminggu. Coba dulu dua kali seminggu, setelah terbiasa tingkatkan lagi menjadi tiga, empat, hingga akhirnya lima kali.

Selain mempertimbangkan kebiasaan yang sudah ada, dalam menentukan tujuan sebaiknya juga mempertimbangkan kemampuan, kesempatan, pengetahuan, dan kondisi yang kita miliki. Kalau menurut kita tujuannya terlalu besar sehingga hampir-hampir tidak masuk akal, bisa diperkecil atau dipecah menjadi tujuan-tujuan kecil.

Jangan takut jika kita hanya mampu menetapkan tujuan yang kecil, yang terlihat remeh. Tujuan kecil itu nantinya bisa bergulir lama-lama semakin besar menjadi bola salju kesuksesan. Tujuan kecil yang lebih mudah dicapai juga bermanfaat untuk mencegah stres, karena gagal mencapai tujuan bisa membuat kita stres, merasa kalah, bahkan merasa tak berguna.

Dengan perkecualian tertentu, jangan menetapkan tujuan karena terpaksa misalnya karena tekanan sosial. Contoh, keluarga besar memaksa kita menjalani profesi tertentu. Motivasi kita akan begitu cepat melemah untuk mencapai tujuan tersebut, dan selama proses mencapai tujuan kita akan tersiksa. Tujuan bakal susah untuk dicapai dan susah untuk membuat kita, yang sudah bekerja keras mencapai tujuan tersebut, untuk bahagia.

menggapai tujuan

Menggapai Tujuan

Setelah menentukan tujuan kemudian tentukan apa saja kebiasaan kita selama ini yang menghalangi kita untuk mencapai tujuan? Apa yang semakin menjauhkan kita dari tujuan? Lalu kebiasaan apa saja yang diperlukan agar bisa mencapai tujuan itu?

Kebiasaan yang tidak menguntungkan harus dirubah, dihilangkan atau dikurangi dan perubahan kebiasaan akan menuntut pengorbanan. Misalnya kita ingin menguasai bahasa Jepang baik percakapan maupun penulisannya. Bakal ada kebiasaan lama yang akan kita korbankan. Waktu kita untuk menonton film dan bermain game yang biasanya berjam-jam bahkan sampai begadang setiap harinya terpaksa harus dikurangi dan digunakan untuk belajar. Kita akan ketinggalan update film dan game yang sedang ngetren. Tapi pengorbanan itu akan terganti dengan sesuatu yang berharga yaitu mahir berbahasa Jepang.

Kemudian kebiasaan-kebiasaan yang diperlukan untuk mencapai tujuan harus dijalani dan diulang-ulang. Kebiasaan adalah hal-hal yang kita lakukan berulang-ulang dan hal-hal yang kita lakukan berulang-ulang akan menjadi kebiasaan. Pengulangan yang terus-menerus adalah kunci untuk membangun kebiasaan yang diinginkan. Dan kebiasaan akan menjadi lebih kuat jika semakin sering diulang.

Bagaimana cara mengubah kebiasaan lama?

Mengganti kebiasaan lama dengan kebiasaan baru lebih mudah dilakukan dibanding dengan meninggalkan kebiasaan lama tanpa menggantinya dengan yang baru. Akan lebih mudah pula jika kebiasaan pengganti itu bisa ‘berfungsi’ seperti kebiasaan lama. Misalnya mengganti rokok dengan permen, mengganti minuman bergula tinggi dengan jus buah, mengganti menonton film tidak senonoh dengan film yang biasa.

Agar motivasi tetap terjaga kadang kita butuh dukungan sosial, butuh ngobrol tentang tujuan kita dengan orang lain. Masalahnya bisa saja orang-orang terdekat kita tidak paham dengan tujuan yang kita inginkan. Misalnya kita ingin menjadi animator profesional yang handal dalam membuat film animasi. Tapi keluarga, teman, tetangga tidak ada yang paham tentang dunia animasi. Mereka hanya orang yang sesekali menonton film animasi. Atau ingin menjadi dokter hewan dan nantinya membuka klinik untuk hewan peliharaan seperti kucing,
burung, dan kelinci. Tapi orang terdekat tidak ada yang suka memelihara hewan kesayangan.

Di sisi ini kita memerlukan komunitas atau teman yang sejalan dengan kita. Mungkin bisa bergabung di grup facebook, atau mungkin ada organisasinya.

 

Kesimpulan

Apapun tujuan yang kita inginkan, untuk mencapainya diperlukan perubahan kebiasaan. Kita harus sadar bahwa merubah kebiasaan itu sulit, butuh waktu dan latihan yang terus-menerus. Kita juga harus siap gagal berkali-kali dan jangan menyerah. Berhenti untuk beristirahat boleh dan diperlukan, tapi jangan berhenti karena menyerah.

 

*Guest post oleh Purwanto, narablog di fanicat.com.