“Jangan menyerah Bu, pasrah saja. Jalani dengan senyum dan berdamailah dengan keadaan. Sepertinya itu jalan terbaik. Operasi tidak akan menjamin semuanya membaik, saya hanya bisa mengatakan semua itu fifty-fifty. Bahkan jika tindakan itu dilakukan di luar negeri sekalipun.”

“Artinya, Dok?”

“Ya, kalau gagal, kursi roda akan menjadi teman Ibu selamanya.”

Percakapan dengan dokter itu masih terngiang di telinga saya. Beberapa kali, ucapan itu bahkan terulang di rumah, meluncur dari mulut ibu. Dan itulah yang menjadi pertimbangan kami untuk tidak menempuh jalan operasi.

Ya, sudah beberapa tahun terakhir ibu kesulitan berjalan lama dan jauh. Dokter mengatakan beliau mengalami HNP (Hernia Nucleus Pulposus) atau yang sering kita kenal sebagai saraf kejepit. Konsekuensinya, ibu harus banyak beristirahat dan rileks. Nggak bisa pergi-pergi terlalu jauh.

Menurut informasi yang saya kumpulkan, HNP ini adalah kondisi di mana bantalan antar tulang belakang (yang sangat lembut) menonjol. Hal ini menyebabkan saraf sekitarnya tertekan dan mengakibatkan rasa nyeri yang umumnya terjadi pada punggung dan leher.

HNP bisa disebabkan karena beberapa faktor, di antaranya adalah usia, faktor genetik, cedera pada tulang belakang, dan berat badan berlebih. Ibu saya memang pernah mengalami kecelakaan beberapa puluh tahun ke belakang. Dan ini mungkin adalah efek jangka panjang yang baru dirasakan sekarang.

Komplikasi HNP yang biasa terjadi adalah sindrom cauda equina, yang ditandai dengan kelemahan pada tungkai dan susah mengontrol buang air. Selain itu, penderita juga cenderung mengalami mati rasa atau tidak peka pada sentuhan. Dan itulah yang sekarang terjadi pada ibu saya. Bermacam pengobatan dan tindakan medis sudah dilakukan, tapi kondisinya belum banyak berubah.

Ah, ingatan saya melayang ke waktu sekitar lima tahun yang lalu…

Januari 2013.

Matahari bersinar terik di langit Bali saat mobil yang saya kendarai bersama keluarga memasuki kawasan Pura Luhur Uluwatu. Namun hal itu nggak menyurutkan semangat kami berlima –saya, suami, Rafael, Mbah Kakung dan Uti– untuk menapakkan kaki di salah satu pura paling terkenal di pulau dewata ini. Pun demikian nampaknya dengan ratusan orang yang telah memadati lokasi wisata yang terletak tepat di tebing yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia ini.

Melewati loket pembelian tiket, kami disambut beberapa petugas yang segera mengulurkan kain khusus berwarna ungu untuk kami kenakan selama menjelajahi kawasan pura sakral ini. Sempat ragu karena banyaknya monyet yang berkeliaran dengan bebas di dalam kompleks pura, sang petugas meyakinkan kami bahwa semua akan baik-baik saja. Meski demikian, kami tetap meminta bantuan dari salah satu penjaga pura untuk mengawal kami berkeliling.

Terdapat ribuan anak tangga di pura ini yang harus ditaklukkan untuk melihat secara lengkap keseluruhan kompleksnya yang luar biasa. Dan, itulah yang kami lakukan. Jujur, kaki saya sempat gemetaran saat menapaki satu persatu anak tangga itu. Nggak cuma banyak, jalur yang kami lewati menanjak, sempit dan lumayan sesak karena banyaknya pengunjung.

Pura Luhur Uluwatu

Hampir setiap beberapa menit sekali sang pemandu wisata mempersilakan kami beristirahat. Mungkin beliau kasihan melihat tampang kami yang lusuh, ngos-ngosan dan sedikit tersendat jalannya, terutama ibu. Berjalan di bawah sengatan mentari plus kecuraman medan yang semakin berat itu nggak mudah, loh Moms. Beruntung pemandu kami cukup sabar mengikuti jalan kami yang seperti keong. Nggak cuma sebentar-sebentar minta rehat, tapi juga cekrak-cekrek mengabadikan diri dengan kamera pocket.

Yup, di masa itu saya belum punya hape canggih yang dilengkapi kamera super keren. Jadilah ke mana-mana kami mengandalkan kamera warna hijau tosca yang sudah beberapa tahun umurnya. Lagipula, rasanya tahun segitu belum banyak hape berkamera canggih yang ramah di kantong. Hehe. *alesaaan*

Walau lelah, kami tetap bersemangat meneruskan perjalanan sampai akhir. Namun, saat itu nggak ada satupun dari kami yang menyadari kondisi ibu saya sebenarnya. Entah saking senangnya bisa bepergian dalam formasi lengkap atau memang tidak menyadari alarm tubuh yang mulai berdering perlahan, ibu terus berjalan meski beberapa kali minta istirahat.

Pura Luhur Uluwatu

Keindahan kompleks Pura Uluwatu ini memang bikin kami speechless. Tebing curam setinggi kurang lebih 70 meter ini seperti raksasa gagah perkasa yang nggak takut dengan jilatan ombak yang ganas. Sungguh, setiap kali mulut saya terbuka, saya hanya bisa mengucap kalimat-kalimat yang berisi kekaguman pada ciptaan Tuhan yang satu ini. Deburan ombak di kejauhan seakan menjadi musik yang menenangkan jiwa. Niat hanya ingin menghabiskan satu hingga dua jam di tempat ini, nyatanya berubah jadi berjam-jam. Kami nggak pengin pulang. At least sampai senja menutup hari yang indah itu.

Mengukir Momen Berharga di Puncak Uluwatu

Formasi kedua, minus papi yang jadi tukang cekrek.

Setiap orang tentu punya momen-momen khusus yang berharga dalam hidup, right? Saat semuanya telah berlalu, momen-momen itu akan terus hidup dalam hati kita.

Itulah yang saya rasakan saat menjelajahi laman Facebook pribadi saya. Meski nggak sepenuhnya mengingat secara jelas tanggal dan hari di mana saya menjejakkan kaki di Pura Uluwatu, tapi saya masih bisa merasakan kebahagiaan lewat foto-foto yang saya ambil.

Om Mark sepertinya ingin mengingatkan saya betapa momen berharga di Uluwatu 5 tahun yang lalu itu begitu berarti. Saya menyusuri foto demi foto yang pernah saya unggah waktu ke Bali dan menemukan betapa tawa kami begitu ceria waktu itu. Nggak pernah terbersit di benak saya, semuanya itu akan menjadi kenangan yang indah sekaligus mengharukan saat saya memandangnya hari ini.

Trip kami ke Bali 5 tahun lalu ternyata menjadi kesempatan terakhir ibu saya bisa berjalan dengan baik tanpa keluhan berarti. Faktanya, setahun berikutnya beliau harus menyerah pada vonis dokter yang menyatakan beliau terkena pengapuran tulang belakang dan saraf kejepit yang membuatnya kesulitan berjalan dan duduk tegak. Jika harus bepergian jauh, ibu harus duduk di kursi roda. Meski demikian, beliau masih bisa beraktivitas ringan dan berjalan di seputaran rumah.

Yah, manusia memang nggak pernah bisa memprediksi jalan di depan sana. Karena itu, saya sungguh bersyukur telah mengukir momen berharga bersama perempuan paling berarti dalam hidup saya itu sebelum beliau dinyatakan sakit dan harus banyak beristirahat. Nggak kebayang kalau waktu itu saya nggak jadi mengajak ibu pelesiran ke Bali, mungkin selamanya ibu nggak akan pernah melihat salah satu pura terindah di pulau dewata itu.

Lihatlah, senyum ibu saya manis sekali, kan? Ahh… rasanya saya ingin terlempar lagi ke Uluwatu dan mengajak ibu tertawa lepas memandang lautan yang biru menghijau itu.

Screenshot_2018-09-27-20-16-57-01

Saat sekeping foto menjelma menjadi momen, di situlah saya menyadari bahwa keberadaannya tak hanya merekam jejak kita di masa lalu. Tapi juga menghadirkan kembali rasa dan kenangan yang menyertainya. Meski berkesempatan mengabadikan ratusan foto dengan kamera pocket dan smartphone alakadarnya, saya tetap sedih loh. Pasalnya, beberapa foto saya ternyata nggak ada alias hilang! Hal ini mungkin saja karena saya sempat ganti laptop dan hape beberapa kali. Nah, mungkin saja file-nya tidak tersimpan dengan baik pada saat data dipindahkan, huaaaaa.

Mengingat hal itu, saya jadi pengen balik lagi ke Uluwatu. Mungkin, kali ini nggak akan bisa ngajak ibu lagi, karena kondisi kesehatan beliau yang nggak memungkinkan. Sebagai gantinya, saya ingin mengajak Kevin menikmati keindahan alam luar biasa itu, sekaligus menghargai nilai budaya lokal yang begitu indah.

Smartphone Impian

untuk Melukis Momen Baru di Puncak Uluwatu

 

Memasuki usianya yang kelima, Kevin belum pernah bepergian ke luar pulau. Hal inilah yang membuat saya agak sedih. Namun, saya nggak mau patah arang. Saya sedang menabung untuk itu dan berharap bisa segera mewujudkan impian sederhana ini. Saya udah nggak sabar lagi melihat tatapan polosnya yang menakjubkan, pelukan hangatnya saat kegirangan, dan ekspresi kagumnya yang bikin gemes. Saya ingin mengabadikan setiap momen indah itu tanpa terlewat satupun.

Nah, sampai di sini saya mulai berpikir pasti asik banget kalau semua momen itu bisa saya abadikan tanpa ribet bin rempong. Bukan apa-apa sih, masalahnya kamera saya sudah rusak, huhuhu. Nggak hanya karena faktor usia, tapi karena dipakai mainan Kevin, dibanting-banting dan akhirnya wafat dengan sukses. Untuk membelinya lagi kayaknya udah nggak jaman ya, Moms?

Hari gini, mana ada orang pakai kamera pocket? Yang ada juga pada pakai smartphone keren yang super canggih. Ih, seneng banget pastinya kalau saya juga punya hape seperti itu. Praktis, tinggal simpan saku, sling bag atau dipegang aja gitu udah pasti OK. Kapanpun dibutuhkan, nggak perlu repot buka tas. Tinggal cekrek-cekrek, upload. Momen-momen indah terabadikan, dan jempol-jempol bertebaran di dunia maya.

Huawei Nova 3I

Untuk mendapatkan keinginan itu, saya harus bisa menemukan smartphone yang punya teknologi visual yang top. Salah satunya adalah AI (Artificial Intellingence) yang mampu menjadikan setiap jepretan begitu indah dan realistik. Selain jernih, smartphone dengan besutan teknologi ini pastinya bisa banget menghasilkan efek bokeh yang natural dan nggak lebai apalagi alay. Pas banget dong buat dipamerkan di instagram saya.

Selain itu, biar makin cihui plesirannya, saya juga mensyaratkan smartphone idaman itu punya kapasitas memori segede gaban. Jadi nggak perlu ribet mindahin foto dari kamera ke laptop malem-malem hanya untuk dipakai lagi besok pagi. Kebayang kan kalau setiap hari ada ratusan momen yang ingin kami abadikan di sana dan semua itu terpaksa gagal gara-gara memori kamera yang penuh? Huhuhu, nyeselnya tingkat dewa itu mah.

Pergi bawa anak itu ngeri-ngeri syedap euy! Mood mereka bisa berubah kapan saja, apalagi kalau sudah capek, lapar atau mengantuk. Momen indah yang ingin diabadikan bisa saja hancur dalam hitungan detik. Karena itu, smartphone dengan performa tinggi dan super canggih juga jadi hal wajib saat hunting smartphone nanti. Nggak lucu ah, niat pengen motret anak lagi loncat di pantai pas jadi malah nyungsep di pasir gara-gara smartphone-nya lola alias loadingnya lama. Udah kelamaan pose nggak jepret-jepret, eh si anak malah jadi bad mood. Hm, big no no!

Lalu gimana dengan masalah tampilannya? Sebagai satu-satunya perempuan cantik di rumah, saya selalu suka tampil elegan dan stylish. Nggak peduli umur udah mau kepala empat, saya masih suka tampil chic dengan busana bergaya muda. Begitu juga dong dengan smartphone idaman ini. Mosok pemiliknya aja tampil fabulous, eh hapenya jadul. Makanya, saya butuh smartphone yang bisa mewakili pribadi saya. Cantik, elegan dan menakjubkan. Ditambah layar besar yang nggak bikin mata minus saya ini kecapekan. Akan lebih menyenangkan lagi kalau desainnya juga slim dan handy.  

Jatuh Cinta pada si Cantik Huawei Nova 3I

[metaslider id=”3081″]

Dasar si emak tukang online, saya langsung rajin berselancar nyari informasi tentang smartphone kece yang lagi ngetrend di jagad cellular. Dan ketemulah saya dengan si cantik yang memukau ini: Huawei Nova 3I. Nggak nyangka wish list saya tentang smartphone idaman ada semua pada ponsel kece ini.

Pertama, smartphone berukuran 6,3 inch ini dilengkapi dengan quad AI camera yang super canggih. Asal tahu saja, kamera depannya dibesut dengan 24 mega-pixel dan 2 mega-pixel, plus teknologi AI selfie master yang memungkinkan kita mendapatkan foto dengan hasil yang natural tapi tetap cantik. Kamera belakangnya berkekuatan 16 mega-pixel dan 2 mega-pixel, lengkap dengan teknologi aperture f/22 yang di-support dengan fix local length. Hasilnya? Foto bokeh yang sangat halus dan alami.

Selain itu, Huawei Nova 3I juga dilengkapi dengan kemampuan cerdas mencari gambar dengan teknologi AI. So, saya nggak perlu repot ngulik setiap folder hanya untuk menemukan foto yang saya cari. Caranya? Smartphone ini akan mengurutkan foto berdasarkan tanggal, tempat, orang dan bahkan objek dalam foto loh! Smart bukan?

Kedua, smartphone ini memiliki kapasitas storage yang luar biasa, yakni 128 GB. Kebayang kan, berapa banyak foto dan video yang bisa saya simpan di dalamnya? Dijamin super puas jalan-jalan bareng si cantik ini. Bye-bye deh galau gara-gara memori habis. Udah gitu, harganya juga paling ramah di kantong. Nggak salah kalau hape ini dinobatkan sebagai smartphone termurah di kelasnya dengan storage 128 GB.

Ketiga, masalah performa jangan ditanya! Smartphone berukuran panjang 75,2 mm, tinggi 157,6 mm dan tinggi lebar hanya 7,6 mm ini super powerful loh. Pasalnya, sang produsen membekalinya dengan GPU Turbo yang andal untuk gaming. Nah, kalau buat gaming aja bebas worry, apalagi hanya untuk keperluan yang lain kan? Lemot? Lelet? Pergi jauh-jauh deh!

So, saya nggak perlu parno lagi kan menjepret Kevin yang super aktif itu? Mau dia jungkir balik, lari ke sana kemari, hayuk aja! Saya mah akan setia menjepret dan menangkap setiap momen berharga itu. Gimana enggak? Dengan mode 16x Super Slow Motion, so pasti akan mudah merekam setiap gerakan dan mengubahnya menjadi momen berharga dengan 480 frame per detik. Wow!

Keempat, masalah tampilannya yang sangat manis dan elegan. Hadir dalam dua pilihan warna yakni black dan irish purple, sepertinya Huawei Nova 3I pantas dinobatkan sebagai salah satu smartphone paling elegan saat ini. Saya sih lebih suka irish purple yang menampilkan corak biru keunguan di bagian kaca belakangnya. Hm, siapa sih yang bisa nolak tampilan kayak gini? It’s absolutely perfect!  Yang paling penting, ukurannya yang sangat handy dan pas nyelip di tote bag atau saku saya. Nggak takut ribet deh bawanya, ya!

https://nurulnoe.com/a-place-to-remember-giveaway/
Source : www.nurulnoe.com

Ora et labora. Bekerja dan berdoa. Itulah yang saya lakukan. Saya sungguh ingin kembali ke Uluwatu suatu saat nanti. Kalau dulu, saya mengajak kedua orangtua menaiki satu demi satu tanjakan dan turunan, next saya akan menaklukkan ribuan anak tangga itu bersama kaki-kaki kecil yang siap berlari. Kaki Kevin Adrian, sang pemimpin masa depan. Ah, betapa ingin saya mengabadikan momen berharga bersama orang-orang yang saya cintai itu secepat mungkin.

Dan inilah salah satu alasan saya susah pindah ke lain hati. Pengin cepat menimang Huawei Nova 3I untuk menemani kebersamaan kami, menyusuri setiap kenangan dan menorehkan cerita yang baru. Setiap tempat, setiap momen memiliki kisahnya sendiri. Dan berapa kalipun kita berkunjung, saya percaya akan selalu ada kisah baru yang siap untuk dipahat dan didengungkan di masa depan.

20180614_144728

*** Artikel ini diikutsertakan dalam giveaway di blog nurulnoe.com***