Belakangan, saya dan suami makin cintah sama yang namanya kopi. Nggak tahu kenapa ya, rasanya kalau udah wiken tuh bawaannya pengen nyari kedai kopi yang asik dan eNak buat nongki syantik gitu. Mungkin efek dulu jarang pacaran di tempat ginian yah, jadinya pubernya telat wkwkwkwk….
Nah, berhubung sekarang kalau mau kencan harus bawa gerombolan si berat, pertimbangan pertama kami selalu nyari tempat yang kids friendly. Nggak perlu mahal atau jauh, nggak perlu harus selalu ngemol, yang penting anak-anak happy. Kebetulan, kami lagi seneng hunting tempat makan yang ndeso gitu. Biar anak-anak juga tahu gimana sih kehidupan kampung yang sederhana ini. Jangan tahunya cuman mol, mol, dan mol dowang. *supermomwannabe*
Halaah..! Untuk bagian yang ini jangan dipercaya ya Moms. Ini mah murni pencitraan. Lha wong rumah kami aja mewah alias mepet sawah yang tiap hari ketemu ama embek, emoooh, kukuruyuk dan cicit cuwit kok, nggaya mau ngerasain hidup di kampung. Jadi Moms, kami ini emang keluarga ndeso, tinggalnya di desa, tiap hari makan makanan ndeso. Tapi… ternyata anak-anak belum sepenuhnya mengenal makanan dan suasana ndeso seperti pas bapak sama emaknya kecil dulu. Jadilah, tempat-tempat makan atau tempat wisata yang masih alami ini jadi preferensi kami.
Dan kali ini kami menyambangi sebuah rumah makan yang super ndeso. Lokasinya masih seputaran Jogja aja, tepatnya di daerah Jogja utara. Kawasan ini relatif lebih tinggi ketimbang kota Jogja. Nggak heran, hawanya lebih sejuk dan enyaak buat ngunyah. #eh.
Kalau tempo hari kami udah bolak balik nongkrong di Kopi Klotok yang ngehits itu, sekarang kami pengen ngerasain ngopi di sebuah kedai yang (katanya) mirip-mirip ama kopi klotok itu. Namanya Cengkir Heritage. Kebetulan seorang teman merekomendasikannya.
Pertama dengar namanya, saya langsung mikir wah ini pasti harganya mayan dong. Soalnya bawa-bawa bahasa enggres gitu. Tapi nggak papa-lah, demi memuaskan rasa penasaran kami pun meluncur menjelang magrib. Berangkat dari ringroad Jogja timur, menuju Seturan, kami berbelok ke ringroad utara, dan masuk kawasan jalan Kaliurang. Setelah sempat kesasar dikit, akhirnya sekitar jam 6.30 kami pun sampai di sana. Buat teman-teman yang nggak mau kesasar kayak kami, mendingan tanya Mbah Gugel aja deh hehe.
Jalan menuju ke tekape menyusuri perkampungan. Kira-kira 5 km dari jalan raya, kami menemukan plang nama Cengkir Heritage. Ada dua bangunan utama yang dipisahkan oleh taman kecil di tengahnya. Taman ini nggak dibiarkan kosong, tapi ditaruh beberapa meja dan kursi untuk para pengunjung yang ingin suasan outdoor dan lebih santai.
Bangunan pertama adalah tempat display menu makanan, minuman, kasir dan gamelan. Suasana ndeso ala Jawa kental sekali di sini. Terbukti dengan dipakainya furniture ala jadul, lampu-lamu klasik hingga penggunaan tungku kayu dan peralatan makan dan minum yang antik. Oya, penyajian nasinya juga lucu, yakni ambil langsung dari dandang kuningan yang ada di atas tungku.
Berbeda dengan Kopi Klotok yang bikin para pengunjung harus antre kayak kereta, di sini lebih lega. Nggak ada jejeran orang yang berebut ambil makanan. Padahal saya datangnya pas jam makan malam loh. Wiken pula. Tapi suasananya cenderung sepi. Hanya ada 5 mobil pribadi dan beberapa motor di parkiran. Hm, saya mulai agak parno. Jangan-jangan makanannya nggak enak hehehe. Tapi nggak lama kemudian datanglah rombongan oppa dan unnie dari Korea gitu. Ah, langsung pengen nyanyi Saranghe deh hahaha… *norak*
Untuk menu, hampir sama dengan di kedai makan ndeso lainnya. Ada nasi merah, nasi putih, sayur lodeh, sayur asem, ayam goreng, tahu dan tempe bacem, bakwan jagung, mendoan, pisang goreng, telur dadar dan sebagainya. Semua tertata rapi di atas meja.
Kali ini saya sengaja nggak makan, karena sudah cukup kenyang. Si papi dan Kakak mengambil menu sayur lodeh tempe pedas, telur dadar, tempe garit, dan bakwan jagung. Sementara itu, saya pilih ngopi dan pisang goreng.
Begini menu makan malam kami:
Pas makanan disendok, ternyata rasanya kurang pas di lidah kami. Bukan nggak enak sih, hanya nggak sesuai selera saya. Kuah sayurnya cenderung hambar, tempenya juga kurang garam. Sementara telur dadarnya so-so alias biasa aja. Bakwan jagungnya juga nggak spesial-spesial amat. Mirip dengan kebanyakan kedai makan lainnya. Mungkin untuk teman-temam yang gak terlalu suka makanan asin, akan cocok mencicipi makanan di sini.
Untuk pisang goreng dan mendoan juga begitu. Entah karena perut saya cukup kenyang atau apa, rasanya kedua menu favorit ini kurang nendang di mulut saya. Pisangnya sih cukup crunchy dengan balutan tepung manis tanpa aroma vanila di dalamnya. Sedangkan tepung mendoannya agak alot dan kurang tasty.
Gimana dengan minumannya?
Ada banyak pilihan menu minuman kok. Mulai dari teh, wedang jeruk, wedang jahe, anek kopi, dan wedang uwuh. Kali ini kami pilih kopi arabica. Pas datang, ternyata saya kurang sukak rasanya. Hahaha dasarnya amatiran, ngakunya penggemar kopi tapi nggak ngerti kalau arabica itu ternyata tastenya ada aroma asam gitu. Kalau yang robusta cenderung pahit. Nah, tadinya saya berharap tastenya robusta seperti yang biasa saya beli. Jadilah kopi saya nganggur. Hiks.
Harga
Dibandingkan dengan kedai kopi lainnya, Cengkir Heritage menawarkan menu makanan dengan harga yang sedikit lebih tinggi, meski nggak semahal kopi keluaran dari Mamarika sono sih. Untuk jajan malam ini, saya ngeluarin kocek nggak lebih dari Rp 120.000.
Tadinya kami sudah mau pulang, tapi tiba-tiba ada suara dari sebuah panggung nggak jauh dari tempat kami duduk. Rupanya, tiap wiken ada live music di sini. Oke deh, kami pun nungguin. Berharap rasa kecewa karena menu yang nggak sesuai ekspekstasi ini bisa tertutupi dengan suasana yang romantis gitu.
Untungnya, hasilnya nggak mengecewakan. Lantunan lagu-lagu lawas membuai kami dan pengunjung lainnya. Alhasil, kami mampu bertahan sampai dua jam di tempat ini, menikmati musik dan sepoi angin malam yang dingin.
Hampir jam 9 malam saat kami berempat meninggalkan Cengkir Heritage. Suasana masih sama, nggak rame banget tapi juga nggak sepi.
Nah, buat teman-teman yang kepo sama tempat ini, langsung aja cuss kemari ya.. Kali aja menu makanan dan minumannya cucok dengan selera dan lidah kalian. Oya jangan lupa colek saya ya kalau beneran ke sini.
Wokei, that’s ll of my review, thanks for reading!
Aku paling suka tuuuh wedang uwuh. Badan krekes² jadi seger lagi. Enak anget.
Btw…itu si Sulung udh nyalip Mamanya ya? Udh tinggi…Hehe…
Makasih infonya mbak, kalo saya senengnya masakan yang ngga manis. Tapi itu replika sumurnya serem juga ya, kaya yang difelem horor.., tp ntar kalo ke yogya pengen tau juga tempat ini, trus siapa tau kita bisa ketemu ya hehe
Menu ala ndeso, suasana yang ndeso… justru ini yang banyak dicari sekarang mba, itu suasananya asik bener yak. Kemarin waktu di Jogya aku dibawa ke rumah makan apa yah namanya, lupa. Makan gudek uenaaakk banget, kreceknya ituloh nagiiihh. Trus suasananya zaman dulu banget, ada ruangan buat main gamelan wah pokoknya nagih mbaa.
Kayanya asyik ke sana kalau malam ya mbok. Tempatnya jawa banget…
Romantis ya Mbak tempatnya, jadi penasaran. Semoga nanti kalau saya ke Yogya bisa jalan-jalan ke tempat itu.
Wih murah-murah ya mba, jadi kepengin juga. Nanti pas ke jogja mampir ah. Hehe, makasih infonya mba.
saya baru mencoba wedang uwuh di Yogyakarta..enak anget
bikin laper aja Mbak Bety ini reviewnya..
hmm..sepertinya masalah rasa ngaruh ke jumlah pengunjung ya..selain itu harga yang segitu di Jogja, kalau ada yang lebih miring pasti orang pilih yang di sono bukan di sini.
Tapi, so far tempatnya keren ya, asyik..apalagi ada live mucic 🙂
Nah, kalau tempat mamam sama keluarga aku suka yang sepi2 gini. Jadi anak-anak bisa bebas. Konsepnya hommy pula, sedep dah
Tempat itu untuk beli hiburan jadinya hihihi. Btw, wedang uwuh kui opo tih, Simbok?
Kayknya tempatnya tradisional banget ya mbak, cocok banget buat ngenalin anak anak tentang pedesaan
Mbokkkkk bikin pengen terbang kesana sekarang juga. Kita janjian disana ya mbok … *instagramable banget … pengen bisa selfie disitu…🤣
Saya kogh sambil ngakak ya baca review ini wkwkwkwk. Sumpah mbak 😀
Harganya enggak tinggi2 amat kogh mbak. Sebanding sama suasana yang kece abiz buat pepotoan jadul nan syantik :p haha
Dulu kita pernah makan di Kaliurang, menunya enak tapi nama restonya lupa. Saking laparnya hihihi..
suasananya romantis juga ya dg lampu yg temaram