betykristianto.com I Industri Baja – Pembangunan infrastruktur secara masif dan merata di seluruh penjuru tanah air selama beberapa tahun terakhir akan menjadi fondasi untuk kemajuan Indonesia di masa mendatang. Infrastruktur merupakan modal Indonesia untuk naik ke level negara maju, tidak cuma terperangkap dalam middle income trap sebagai negara berkembang saja.
Urgensi keberlanjutan pembangunan infrastruktur kian terasa di tengah meningkatnya persaingan ekonomi antar Kawasan. Dengan pembangunan infrastruktur artinya kita sedang membangun masa depan peradaban.
Bicara tentang pembangunan infrastruktur, tentunya tak lepas dari peran industri besi dan baja yang memainkan peranan vital. Apalagi, industri ini juga cukup mendominasi dalam neraca perdagangan nasional.
Menurut data yang dihimpun Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Bidang Informasi dan Komunikasi, hingga Juni 2021 industri besi dan baja menjadi sektor yang mendominasi ekspor nasional dengan nilai kurang lebih USD1,99 miliar. Temuan ini seiring dengan peningkatan pembangunan infrastruktur yang masif selama 5 tahun belakangan.
Masa Depan Industri Besi dan Baja Menurut Kacamata Pengusaha
Liwa Supriyanti Gunung Prisma, salah satu perusahaan perdagangan baja terbesar di Indonesia, menyadari relevansi kondisi saat ini dan apa yang mungkin terjadi di masa depan industri baja. Penggunaan baja yang semakin meningkat memiliki dua efek yang mesti dipertimbangkan.
Peningkatan penggunaan baja pada tahun 2020 sebesar 3.1% dengan konsumsi mencapai puncaknya di tahun 2021. Hal ini terkait dengan pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19. Efeknya, pembuangan emisi karbon dunia meningkat cukup drastis. Belum lagi keterlibatan sektor pertambangan dalam pembuatan baja dan efek yang ditimbulkan dari pekerja campuran industri lain.
Menurut Liwa Supriyanti, seperti yang ditulis melalui situs pribadinya, Gunung Prisma bertujuan untuk memberikan nilai superior kepada klien dan pemegang saham. Memahami bahwa kebutuhan akan pasokan baja bersifat universal, Gunung Prisma berkomitmen untuk menerapkan praktik hijau berkelanjutan dalam proses produksinya.
Liwa juga meyakini bahwa perusahaan yang paling efisien adalah perusahaan yang menghasilkan nilai paling banyak dengan sumber daya paling sedikit, entah itu dari sisi tenaga kerja dan modal, energi, atau emisi karbon. Oleh karenanya, pengadaan baja holistik menjadi salah satu prinsip inti dari operasi sumber daya Gunung Prisma. Seluruh organisasi turut dilibatkan untuk menopang perubahan yang ingin dibawa.
Kiat Penerapan Prinsip Keberlanjutan pada Industri Baja
Industri baja merupakan salah satu industri penyumbang karbondioksida terbesar di dunia. Bahkan, pembuatan baja menyumbang hampir 10 persen dari total emisi karbon global. Oleh karena itu, dekarbonisasi baja perlu menjadi prioritas global.
Liwa Supriyanti berpandangan jika dekarbonisasi industri baja merupakan aksi keberlanjutan yang dibutuhkan. Keberlanjutan adalah konsep penting yang berlaku untuk semua industri. Keberlanjutan bukan sekadar mencapai keseimbangan lingkungan, melainkan juga pemerataan dan ekonomi.
Namun, proses itu tidaklah mudah, mengingat fakta bahwa sebagian besar teknologi pendukung baja hijau masih dalam tahap uji coba. Untuk menyikapi hal ini, Liwa menyarankan beberapa tindakan yang dapat dilakukan.
Pertama-tama, sebagai tahap permulaan, perusahaan harus mulai mengadopsi teknologi bersih.
“Teknologi bersih akan memberikan keunggulan kompetitif bagi perusahaan, terutama mengingat peraturan karbon yang terus berkembang” terang Liwa melalui artikel yang ditulis di situs pribadinya.
Kemudian, ia juga menyarankan untuk meningkatkan produksi baja berkelanjutan karena jumlahnya yang masih terbatas.
“Permintaan baja rendah karbon diharapkan dapat mengalami peningkatan setiap tahunnya. Dengan begitu, pemerintah juga diminta untuk lebih meningkatkan jumlah permintaan baja setiap tahunnya, sehingga dapat membuat banyak produsen baja agar bisa menghasilkan lebih banyak produk ramah lingkungan sebagai salah satu kesempatan untuk menghadapi perusahaan baja lainnya. Hal ini dapat terjadi karena produksi baja hijau saat ini masih terbatas,” tulis Liwa.
Selain itu, Liwa juga menekankan pentingnya merangkul digitalisasi dan mempercepat transisi lewat kolaborasi bersama pemangku kepentingan.
“Ada evolusi penting dalam digitalisasi. Oleh karena itu, tidak mengherankan bahwa perusahaan-perusahaan terkemuka telah memanfaatkan sepenuhnya efisiensi yang dihasilkan oleh digitalisasi tersebut,“ jelasnya.