“Bagi setiap orang tua, mencapai unconditional love adalah pergulatan tersendiri, terutama ketika anak tidak sempurna. Kisah dalam buku ini begitu menginspirasi karena dengan jujur mengisahkan pergulatan tersebut, yang tidak saja berhasil menyediakan ruang tanpa batas untuk cinta tanpa syarat, tetapi juga menumbuhkan jiwa orang tuanya pada tingkatan hidup yang lebih bijaksana dan bermakna, guna menemukan keyakinan bahwa setiap anak terlahir sempurna.”

 

Begitu kalimat yang tertulis di bagian cover sebuah buku yang baru saja selesai saya baca. Kalimat yang cukup panjang untuk sebuah endorsement atau testimoni ini tak pelak langsung membuat saya tertarik dan penasaran sama isi buku bersampul dominan warna biru tua ini.

 

SURAT UNTUK ANAKKU –Sebuah Catatan Kehidupan-

Begitu judul buku setebal 288 halaman ini. Ditulis oleh seorang ayah untuk anak semata wayangnya yang istimewa, awalnya saya mengira penulis bakalan banyak menceritakan tentang tumbuh kembang sang anak yang didiagnosa sebagai ABK alias Anak Berkebutuhan Khusus bernama Feroze. Tapi, begitu saya buka lembar demi lembar buku terbitan Penerbit Leutikaprio, Yogyakarta ini, ternyata ada begitu banyak kisah dan cerita dengan beragam tema yang sangat menarik.

Nah, biar kalian nggak penasaran kali ini saya akan menulis review singkat tentang buku ini ya.

Review buku surat untuk anakku

Judul buku: Surat untuk Anakku –Sebuah Catatan Kehidupan–

Penulis: Mahendra Hariyanto

Penerbit: Leutikaprio, Yogyakarta

Jumlah Halaman: xii + 288

ISBN: 978-602-371-736-1

Harga: Rp 88.000,-

 

Fakta bahwa buku ini ditulis oleh seorang ayah, membuat saya sangat penasaran. Biasanya sih, saya lebih banyak menemukan seorang ibu yang menulis tentang anaknya. Makanya begitu lihat buku ini saya auto tertarik dan langsung memboyongnya pulang. Salah satunya ya emang karena pengen liat gimana sih kalau seorang ayah nulis surat buat anaknya, trus dijadiin buku. Kan jarang-jarang ya.. kalau sampai ada yang menulis buku seperti ini, berarti buku itu BAGUS. That’s my point.

Profil Penulis

 

Sesuai judulnya, buku ini adalah kumpulan catatan penulis untuk anak laki-laki semata wayangnya. Menariknya, cerita yang diusung dalam setiap tulisan itu nggak monoton soal kehidupan si anak dan keluarganya. Tapi ada banyak tema universal yang disajikan dalam tulisan yang cukup bagus menurut saya. Sang penulis, yang saya tahu belakangan, ternyata juga adalah seorang blogger. Nggak heran kalau cara penyampaian tulisan-tulisan dalam buku ini cukup indah. Nggak terkesan kaku dan membosankan gitu.

Baca juga : Review Buku Ngeblog Seru Ala Ibu-Ibu

 

Tentang Buku Ini

Merupakan kumpulan cerita lepas, buku ini terdiri dari 3 bagian utama yakni Renungan, Hikmah, dan Nasihat di Balik Peristiwa, Catatan Peristiwa dan Catatan Ringan, dengan total 33 judul di dalamnya. Semua berisi cerita dan pengalaman pribadi penulis, yang dikemas secara ringan dan menarik.

Beberapa di antaranya adalah pengalaman hidup penulis yang sempat tinggal di beberapa negara. Banyak cerita lucu, unik dan menarik yang diceritakan, dan sempat membuat saya ketawa cekikikan. Seperti misalnya saat penulis sok iyaah dan pede banget minta diberikan mantel hangat yang “mahal” hanya karena nggak mau direndahin sama pramuniaga di sebuah toko di Taipei. Dalam cerita itu, penulis ingin berbagi bahwa sering kali kita dibutakan oleh emosi sesaat yang akhirnya justru membuat kita menyesal kemudian. Di akhir cerita ini, penulis memang benar-benar menyesal telah menuruti keinginan impulsifnya dan menghabiskan banyak uang untuk membeli sesuatu yang sebenarnya nggak urgent (hlm. 64-67).

Di bagian lain, penulis juga bercerita tentang  “kebodohannya” membaca kata-kata dalam bahasa Inggris. Hal ini menyebabkan sang penulis kelaparan dan tidak bisa tidur semalaman karena gagal menerjemahkan sebuah kalimat dalam bahasa asing dan mengira makanan yang hendak dibelinya tidak halal (hlm. 172-177).

 

Burlb Buku

 

Nggak hanya berisi cerita-cerita menggelitik yang bakalan sukses bikin pembaca terkekeh, Mahendra ternyata juga piawai menuliskan kisah-kisah menggugah yang mengharu biru. Seperti beberapa surat yang berkisah tentang pegulatan batinnya ketika menghadapi kenyataan bahwa Feroze, anak tunggalnya, divonis sebagai penyandang autisme. Saya bisa merasakan kekalutan, rasa cemas, takut, khawatir sekaligus amarah yang tersirat dalam kalimat-kalimat yang ditulisnya. Ya, siapa sih orang tua yang ingin anaknya menyandang autisme? Nggak ada kan? So, rasanya kecemasan dan ketakutan mereka sangat manusiawi. Bersyukur, akhirnya penulis berhasil berdamai dengan kenyataan dan dirinya sendiri, lalu melakukan yang terbaik demi pengobatan putranya. Yang bikin saya salut, penulis dan istrinya tuh kompak banget, bahkan rela tinggal terpisah demi agar putranya bisa mendapatkan pengobatan terbaik. FYI, penulis saat ini tinggal di Singapura, sedangkan anak dan istrinya menetap di Jakarta.

Duh, saya jadi mbrebes membaca betapa perjuangan mereka sangat berat dalam mengasuh dan menjalani proses pengobatan bagi putranya. Ada satu hal yang penulis tekankan dalam banyak bagian dalam buku ini adalah bahwa “kesulitan dan masalah tidak selalu muncul sebagai perusak kebahagiaan. Justru dari kesulitan dan masalah itulah kapasitas kita sebagai manusia akan teruji.”

Waw! Saya salut dan setuju banget untuk yang satu itu. Sering kan, kita ini hanya mau yang baik-baik aja dan menolak bagian-bagian hidup “yang buruk”. Padahal di balik setiap keburukan, musibah ataupun masalah, selalu ada hikmah yang bisa kita petik. Hal ini jugatercermin pada rangkaian kalimat indah yang tertulis di back cover alias bagian burlb buku ini.

Oya, tonton juga yuk video traillernya yang berisi testimoni para pembaca yang pastinya mendapatkan banyak manfaat setelah selesai membaca buku keren ini.

https://www.instagram.com/p/B4WiY41BKu_/?igshid=1ay9kqriirf0d

 

Postingan terkait : Great Mom Strong Son

 

Review buku surat untuk anakku

Kesan Setelah Membaca Buku Ini

Membaca buku setebal 200+ itu nggak mudah, apalagi ini nonfiksi ya, Gaess! Tapi, membaca Surat untuk Anakku kayaknya nggak bikin saya bosen. Soalnya, ada banyak cerita yang terlepas satu sama lain. Jadi saya bisa lompat-lompat saat membacanya.

Terlepas dari beberapa typo alias salah ketik di dalamnya dan sedikit “cerita yang agak berat” untuk kapasitas saya, buku ini cukup recommended. Pemilihan font-nya juga bagus, meski sedikit kekecilan untuk mata saya yang minus dan plus ini. Mungkin kalau dibikin sedikit lebih besar akan labih nyaman untuk pembaca dengan usia “matang” seperti saya hahahaa. Selebihnya, nggak ada yang perlu dikomentari.

Untuk temen-temen yang pengen memperkaya diri dengan nilai-nilai kehidupan, baca buku ini membuat kita banyak belajar bagaimana caranya menjadi lebih sabar, tawakal dan bersyukur di tengah segala kondisi. Kadang, saya pikir masalah saya tuh udah paling beraaat gitu. Ternyata di luar sana ada banyak yang senasib, bahkan masalahnya lebih berat. Dari buku ini saya banyak menemukan nilai-nilai kehidupan yang bagus banget.

Oya, buku ini sudah ready on store di seluruh Gramedia di Pulau Jawa dan Baliya. Happy reading, dan jangan lupa untuk selalu bersyukur!