Table of Contents
Start your day with a cup of coffee.
Kopi memang menjadi pilihan banyak orang untuk mengawali hari. Entah karena kandungan kafeinnya yang membuat kita merasa lebih bersemangat, atau aroma khasnya yang bikin ketagihan. Eh, yang kedua ini buat saya ding. Nggak tahu kalau orang lain. 😀😀
Meski demikian, saya jarang benar-benar menjadikan kopi untuk membuka hari. Lebih sering, saya menggelontorkan segelas air hangat sesaat setelah bangun tidur. Kalau pas rajin, saya tambahkan perasan lemon ke dalamnya. Baru, sekitaran jam 8 atau 9 saya akan menyeduh kopi untuk menemani rehat sejenak setelah lelah beberes rumah.
Dulu, saya lebih suka minum kopi sachet yang tinggal seduh. Selain praktis, takaran susu, kopi dan krimernya biasanya udah passs.. jadi nggak perlu repot ini itu lagi. Tapi, sudah beberapa bulan ini perut saya (perut apa lambung ya… hehe) banyak nolaknya dibandingkan nerimanya. Rasanya melilit dan agak perih. Terkadang, ada rasa begah juga setelah minum kopi susu ini. Akhirnya saya beralih ke kopi hitam berampas. Ternyata, pilihan kedua ini lebih bersahabat. Walaupun agak repot, yang penting lambung dan perut saya aman terkendali. Sejak itu, saya jadi kecanduan kopi.
Paksu rupanya ikut-ikutan nih Moms. Dulu, perutnya juga sering nolak kopi item. Sekarang, dia lebih nyandu ketimbang saya. Nah, berhubung punya hobi baru, sekarang kami sering nongkrong di kedai kopi untuk mengisi wiken. Eits, tapi bukan kedai kopi muahils keluaran luar negeri loh. Kami lebih suka menepi ke kedai kopi rumahan yang menyajikan menu ala ndeso gitu.
Kebetulan di Jogja ada banyak warung kopi yang menawarkan racikan kopi maknyuss yang dipadu dengan aneka cemilan kampung yang nggak kalah endess. Untuk kali ini, kami pilih menyambangi sebuah warung kopi di daerah Pakembinangun, Sleman.
Warung Kopi Klotok namanya.
Berdasarkan info dari Mbah Google, warung ini sangat ramai dan menjadi rekomendasi beberapa food blogger. Wah, sepertinya nice place nih. Batin saya. Akhirnya, kami pun meluncur ke tekape.
Karena baru pertama ke sini, kami sempat kebingungan mencari rute ke warung kopi klotok ini. Berhubung waktu itu kami baru saja pulang dari The World Landmark yang letaknya lebih tinggi, kami pun meluncur menuju Pasar Pakem. Katanya, warung ini berlokasi nggak jauh dari pasar ini. Nyatanya, kami kesasar sampai muter-muter nggak karuan. Mbah Google nampaknya pusing tujuh keliling hahahaha.
Hampir 20 menit blusukan nggak tentu arah, akhirnya kami bisa menemukan sebuah jalan kecil menuju kopi klotok. Dalam hati saya sangat heran mosok sih jalurnya kayak gini. Soalnya, jalannya sangat rusak, bolong-bolong dan sangat membahayakan mobil kecil seperti kami. Sayangnya, saya nggak sempat mengambil gambarnya karena harus jagain anak-anak yang ribut. Sekitar 200 meter di depan, jalan yang kami lalui berujung pada pertigaan yang lebih halus dan lebar. Oalaah, rupanya kami salah jalur tadi. Jalan di depan inilah yang merupakan jalan utamanya. Fiush.
Daaan… antrian mobil yang mau ke kopi klotok ini ternyata buanyaaaak!! Kami harus berjalan sangat pelan untuk masuk ke parkiran. Sampai di tempat parkir, penuh juga. Akhirnya kami terdampar di pinggir jalan menuju keluar kampung. Duh sedih amat yak!
Memasuki halaman warung, suasana tampak asri. Banyak pepohonan dan tetumbuhan yang menghijau. Awalnya, kami santai aja. Eh pas masuk…. ulala! Antrean orang mau ambil makanan udah kayak antrean sembako murah aja. Ada kali sekitar 10 meter, Moms. Si kakak saya suruh antri duluan, lalu saya mencari tempat duduk.
Saking banyaknya pengunjung, mencari tempat duduk di sini seperti mencari jarum dalam sekam. Ahahai lebai ding. Tapi sumpah, ini padet banget. Mau makan aja sampai senggol-senggolan. Jadilah saya nungguin satu keluarga yang tampaknya sudah mau selesai. Dengan muka sedikit melas sambil gendong Kevin, saya berdiri di dekat mereka. Untunglah nggak sampai 10 menit, mereka pun berdiri dan memberi tempat untuk saya. Haaa…. akhirnya.
Jadi, Moms, di warung ini kita harus antre untuk mengambil menu makan beratnya. Sementara, untuk minuman dan camilan ringan kita bisa order sama mas-mas pelayan. Setelah paksu datang, saya langsung ke depan mencari si Kakak dan membantunya mengantre.
Puan Maharani, Ibu Tito Karnavian, Nagita Slavina pun pernah kemari. Sayang fotonya blurred.
Sambil mengantre, saya lihat-lihat sekeliling. Rupanya warung ndeso ini cukup terkenal juga. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya tanda tangan para artis dan pejabat yang ‘katanya’ pernah mampir ke sini. Di antaranya Randy Pangalila, Nagita Slavina, Puan Maharani, Maudy Ayundya, Hamish Daud, Iis Dahlia, dan lain-lain.
Yang unik di tempat ini adalah penempatan beberapa barang antik yang terkesan ndeso. Misalnya setrikaan arang dengan ayam jago di bagian atasnya, teko dan cerek dari bahan seng bermotif lorek-lorek khas jaman dulu, cermin antik, kursi malas, dan lain sebagainya. Kursi dan meja yang digunakan juga memiliki bentuk yang unik. Pokoknya kesan jadul dan katrok sangat ditonjolkan di sini.
MENU UTAMA
Jujur sih, menu makan di sini bukan barang mewah buat saya. Kenapa? Karena menunya memang sehari-hari bisa saya temui di rumah. Bahkan, masakan ibu atau nenek saya rasanya mirip-mirip dengan di sini hehe. Tapi, untuk teman-teman yang biasa di kota besar, menemukan menu seperti ini pasti sebuah surga dunia yang memabukkan. *lebai*
Sayur lodeh
Yang dijadikan lodehan biasanya kacang panjang, terong, daun melinjo, jipang (labu siam). Terkadang juga ada lodeh keluwih (bentuknya mirip-mirip sama buah sukun).
Sayur asem
Gudeg, yakni sayur nangka muda. Terkadang dicampur dengan daun baby pakcoy.
Sayur asem dan sop
Yang ini udah pada tahu ya..
Oseng lompong
Lompong adalah batang dari pohon talas. Dibutuhkan keahlian khusus untuk memasak lompong ini. Karena kalau salah, lidah dan mulut kita bisa bentol-bentol kegatalan. Untungnya, disini sudah pada ahli semua. Jadinya mulut saya nggak dower. Rasanya enak, teksturnya masih kerasa pas dikunyah. Kres-kres gitu bunyinya di dalam mulut.
Tahu ,tempe dan ayam kampung goreng
Susah banget menemukan menu yang satu ini. Kita harus datang pagi-pagi sebelum mereka kehabisan stok.
Telur krispi
Yang ini adalah menu andalan Warung Kopi Klotok. Jadi, telur dadar di sini beda dengan di tempat lain, Moms. Telur krispinya beneran krispi, garing dan unik. Cuma, kita harus menghabiskannya segera, kalau nggak nanti jadi letoy dan berminyak sekali.
Sambal terasi
Sambel terasi di sini bukan diuleg, tapi ditumbuk. Teksturnya sedikit kasar gitu dan warnanya sangat merah karena merupakan campuran antara cabai keriting merah dan cabai rawit. Jadi nggak terlalu spekta pedasnya.
CAMILAN
Untuk camilan, ada pisang goreng dan jadah (ketan tumbuk) goreng. Nah, jadah ini juga hanya tersedia di pagi hari. Mereka nggak membuat lagi setelah stok untuk hari itu habis. Pisang gorengnya sangat recommended. Digoreng dengan balutan tepung yang krispi dan ditambah vanila bikin pisang goreng ala Warung Kopi Klotok ini sangat endezz. Pesan saya, kalau beli di sini jangan ngirit-ngirit daripada nyesel harus nungguin lama lagi kalau pesanan kita habis. Saya aja pesan 4 porsi untuk bertiga (Kevin di-skip).
MINUMAN
Ada banyak minuman yang bisa kita pesan. Yang paling ngehits tentu saja kopi klotok. Yang saya suka kopinya di sini tuh kental, pahit, tapi manisnya pas di lidah. Kopinya juga halus banget, dan yang unik nggak ngambang di permukaan. Disajikan dalam gelas kecil dan ditutup, jadi nggak cepat dingin. Bikin nagih pokoknya. (Saya aja sampai balik 3 kali selama sebulan). Selain itu, ada juga kopi susu, es teh, teh panas, teh tubruk dan es jeruk.
HARGA
Jangan khawatir tekor kalau makan di sini, Moms. Semua menu dibanderol dengan murce saja. Untuk seporsi nasi putih dibanderol 6 ribu rupiah. Sedang nasi dengan sayurnya dibanderol 12 ribu. Telur krispi 5 ribu saja. Sedang tahu tempe di bawah itu pastinya. Ayam kampung saya kurang tahu harganya karena nggak kebagian dan lupa mau tanya pas bayar di kasir haha.
Harga seporsi pisang goreng (isi 2) dibanderol 7 ribu rupiah. Sedangkan jadah goreng saya kurang tahu *maapkaaan*
Untuk segelas kopi klotok, saya cukup membayar seharga 5 ribu saja. Es teh 4 ribu dan teh panas juga 4 ribu. Murmer kaaan? *mamakhepi*
SUASANA
Buat kita yang ingin mencari suasana desa yang tenang, di sini pas banget. Sang pemilik tampaknya paham banget apa yang pengunjung cari. Rumah utama Warung Kopi Klotok ini mengadaptasi rumah Jawa jaman dulu dengan bentuk limasan. Pawon yang dipakai masak juga memakai kayu bakar, meski sebagian lagi memakai kompor gas. Selain itu, mebel dan perabotan lain juga memakai benda-benda unik khas tempo dulu.
Hamparan sawah di belakang warung
Nggak hanya itu, Moms. Kita juga bisa bermain di area sawah yang ada di belakang rumah utama. Buat anak-anak kota, pasti amazed banget sama padi yang menguning ataupun tanah sawah yang becek. Ye kan, ye kan? Hehe… Oya, toilet di sini bersih banget. Ada juga beberapa keran air untuk berwudhu.
Di sana juga diputar musik rengeng-rengeng yang bikin makin betah dan males pulang. Sayangnya, kalau pas penuh kayak gini ya mau ngga mau harus segera move on. Gantian sama tamu yang lain.
Kebetulan kemarin saya ke sini pas lebaran. Pengunjung membeludak nggak karuan. Sampai banyak yang lesehan di bawah pohon kelapa.
Tips untuk teman-teman yang mau ke Warung Kopi Klotok
1. Pastikan anak-anak sudah agak kenyang, karena proses mengantrenya bisa lumayan lama.
2. Antrelah berdua atau bertiga agar bisa membawa makanan tanpa harus bolak balik.
3. Harus gercep alias gerak cepat menemukan tempat duduk. Saking penuhnya, para pelayan nggak akan sempat mencarikan kita tempat.
4. Bawalah plastik atau kotak makan untuk membungkus makanan yang nggak habis dan ingin dibawa pulang. Pemilik warung nggak menyediakan plastik apapun untuk membungkus. Mereka juga nggak melayani take away order alias hanya melayani makan di tempat.
Nah, buat teman-teman yang mau mampir ke sini, jangan salah tempat ya. soalnya ada warung lain yang letaknya hanya berjarak sekitar 300 meter dari Warung Kopi Klotok ini. Nama dan menunya juga mirip-mirip. Patokan untuk mencari warung ini adalah yang paling ujung, pas di pengkolan. Hihihi bahasanya (((pengkolan))).
Oke, segitu dulu review saya kali ini. Ikuti jalan-jalan saya sama anak-anak lain waktu ya….
Thanks for reading!
tempatnya sederhana banget ya, tp yang datang banyak pastinya enak atau susaan dekat sawahnya
wah sederhaba banget ya, tapi banyak orang pastinya enak atau suasananya
Waah…sayur lompong! Udah lama banget enggak makan sayur tersebut. Dulu Eyang saya yg suka masak, Jangan Lompong…
Guriiih…
Ishhhhh tempat begini sebenernya yg aku sukaaaa. Padahl 16-18 agust besok mau ke jogja, tp tempat kulinernya udh banyak bgt yg mau didatangin :p. Coba deh aku kasih tau temen2 juga pada mau makan di tempat model desa begini ga ya.. Mereka juga suka ngopi sebenernya…pisang gorengnya yg menggoda mbaaa. Kebayang ngopi sambil makan pisgor panas yg renyah dan manis 😀
Sayur lodeh tinggal kuahnya eui,,,artinya isinya sudah ludes hehehe…
Suka sama suasananya yang alami banget.
Saya juga pecinta kopi! Dulu sempat nyobain kopi joss juga wkt ke jogja. Kalau ke jogja lagi pingin mampir kesini ah… Makasi infonya mba… 🙂
Belum pernah kesana sih…tapi ingin menyicip mbakk. kayaknya sedappp.
Jadi pengin incipin kopinya mbak 🙂
Miriiippp banget sama Kopi Rolas ya. Ahh, kapan2 diniati antrilah, hehehe
Waaah … seru banget, Simbok. Walau menunya ala ndeso, tapi koyok’e kok yooo muantaaph ngunu. Duh… isuk2 moco artikel’e Simbok nggarai ngiler ae, rek 😀
Ndeso begini sekarang yang ramai diparani hihihi
Tapi bener deh, buat ngopi dan maem sayur lodeh ya saya pilih ke sini meski harus sampai ke ujung pengkolan nyarinya..
kelihatannya uenaaak je
Lihat properti di Warung Kopi Klotok, seperti lihat rumah simbah di Ambarawa. Banyak kemiripannya.
Makanan di sana sepertinya khas deso yang ada aroma tungku bakarnya ya? Saya lebih suka aroma itu dibandingkan masak dengan kompor gas…
Inget aromanya jadi inget almarhum simbah. Deuh jadi baper, deh …
Wah makanan Jowo gt enak banget loooh. Dan ternyata meski sederhana antriannya panjang ya. Ngopi dengan suasana desa gini pasti enak banget 🙂
Wah, luar biasa. Tempatnya sederhana tapi antriannya… Wow. Pasti bener2 recommended banget sampe orang rela berdesak-desakan. Nice info
Wuih, yang antre sampe segitunya ya, Mbak. Udah terkenal itu warungnya. Ngadem sambil menikmati suasana desa plus ngopi rasanya pasti bikin semangat lagi, pengen ke sana lagi. Dan tentang murmer-nya, itu juga yang biasanya saya pertimbangkan kalo mau jajan, hehe
Sebenarnya ini dekat dengan tempat saya, cuma 10 km dari rumah atau 3 kilo dari kampus, tapi saya malah belum pernah ke sana, hehe…