Tetap Aktif dan Kreatif di Tengah Pandemi – Jaga kesehatan. Tingkatkan imunitas. Jangan sampai tertular!  Itulah tiga hal utama yang selalu kami ingat sejak harus banyak #dirumahsaja gara-gara Covid-19.

Virus super nakal yang datang tanpa permisi awal tahun 2020 yang lalu, membuat hidup  semua orang berubah drastis. Nggak hanya menyerang tubuh, virus ini juga menggerogoti psikis. Kecemasan, rasa waswas dan takut bergabung menjadi satu bersama kebosanan tingkat tinggi, adalah paket komplit yang akhirnya menggerogoti imunitas banyak orang, termasuk saya.

Jenuh? Jangan ditanya! Dipaksa tetap di rumah saja selama berbulan-bulan, membuat otak saya agak nyeleneh. Emang sih, saya bukan orang kantoran yang tiap hari harus kerja formal. Tapi sebelum pandemi kan anak-anak sekolah beneran, bukan “home schooling” macam sekarang yang harus ditemenin, bahkan diajarin.

Berhubung nggak pakai ART, mau nggak mau kerjaan saya jadi dobel. Jadi guru private plus full IRT. Artinya semuanya dikerjain sendiri. Genk rebahan? Boro-boro! Justru saya harus lebih aktif dan kreatif di tengah pandemi ini.Hiks, bye-bye tukang laundry! Marimar lelah jiwa raga, butuh liburan tapi nggak bisa. Sungguh saya benci sekali pandemi ini!

Dan tengah semua kerempongan itu, ibu pergi secara mendadak. Rasanya dunia saya ambyar seambyar-ambyarnya. Kepergian ibu untuk selamanya tepat seminggu sebelum wedding anniversary kami betul-betul pukulan hebat. Sungguh sebuah tamparan telak bagi jiwa saya.

aktif di tengah pandemi

Saya di depan nisan ibu, masih sering mewek

Sedih, limbung, bingung, dan syok yang sangat, membuat fisik saya drop. Selama berminggu-minggu saya masih sering menangis diam-diam, melamun dan nggak bisa fokus dalam banyak hal. Jangankan kepikiran mau ngerayain, untuk sekadar rutin makan saja saya harus memaksakan diri. Saat sedang sendiri, kadang pikiran saya lari ke mana-mana.

“Cuaca lagi nggak bagus, virus masih banyak di mana-mana. Mami ketemu banyak orang juga kan. Harus jaga kesehatan, jangan sampai tertular. Mami nggak boleh sakit. Imun harus kuat. Jangan nangis terus. Be strong.”  Begitu bisikan suami sesekali berkelebat dalam benak saya.

Beruntung, pada akhirnya saya sadar. Nggak ada gunanya saya bersedih terus menerus. Mereka yang berpulang tak akan kembali. Dan saya harus melanjutkan hidup, menjalaninya baik-baik, dan membersamai mereka yang masih ada.

 

I’m Back!

Perlahan, saya kembali on track dan beraktivitas lagi, termasuk mengerjakan beberapa job yang tertunda. Puji Tuhan, klien yang bekerja sama dengan saya sangat baik. Mereka mengerti kondisi saya dan nggak keberatan memberi saya jeda waktu untuk berkabung. Dan atas nama profesionalisme, saya pun ingin memberikan yang terbaik. Karena itu saya memilih untuk tetap aktif dan kreatif meski masih berduka.

Jujur, awal-awal kembali bekerja cukup berat. Membagi waktu untuk kerjaan domestik, menemani anak-anak school from home, plus mengerjakan job menulis (which is kebanyakan harus saya kerjain sambil ngalong) bener-bener butuh stamina yang joss, sementara kondisi psikis saya masih naik turun. Sampai sebulan setelah ibu dimakamkan, saya masih sering menangis saat teringat beliau. Agar tetap waras, mau nggak mau saya harus pinter-pinter mengelola emosi, menata hati, dan membuat rumah jadi tempat paling nyaman selama pandemi ini belum berakhir.

 

Home Sweet Home 

Begitulah yang selalu kita impikan, bukan? Tapi selama ini, sudahkah kita benar-benar memilikinya? Rasanya sebelum pandemi ini datang, kebanyakan dari kita lebih sering berada di luar rumah dan baru pulang untuk “sekedar” numpang tidur. Dengan datangnya corona ini, kita jadi punya banyak waktu untuk membangun rumah yang sebenarnya. And I call this, “Blessing”. Rumah jadi tempat yang lebih berarti buat kami sekeluarga. Di sinilah kami berbagi rasa, saling menguatkan, beribadah bersama, belajar, berolahraga, berkreasi, bahkan menjadikannya restoran bintang 5 favorit. Selalu ada jalan di tengah kesulitan. Itulah yang akhirnya kami yakini.

 

Rumahku, Tempat Ibadahku

Kaget, takut, parno dan segala macam pikiran negatif sempat menghantui saya di awal-awal pandemi ini terjadi. Saya teramat galau memikirkan gimana nanti nasib kami, anak-anak, ibu yang punya penyakit kronis, dan kerjaan suami yang lumayan tergoncang. Ikut beberapa WAG justru membuat saya makin parno dan gampang curiga. Saking takutnya, saya sama sekali nggak mau keluar rumah. Nggak jarang saya terlibat debat alot di WAG tentang pandemi ini. Jujur, ini exhausting banget! Energi saya habis cuman untuk berdebat kusir yang akhirnya nggak berujung.

Setelah lelah begitu terus, saya akhirnya sadar dan mulai mengurangi aktivitas online yang enggak perlu. Saya keluar dari grup-grup yang unfaedah, membatasi akses ke media-media online yang belum tentu bener beritanya, dan mulai fokus untuk memperbaiki ibadah. Di awal-awal corona masuk ke Indonesia, saya berubah jadi parnoan. Saking parnonya, saya justru menjauh dari Tuhan dan dicekam ketakutan. Bersyukur, secara perlahan saya mulai sadar dan melakukan kontemplasi.

Dari waktu-waktu yang saya habiskan untuk mendekatkan diri pada Sang Pencipta itu, saya jadi sadar bahwa yang harus saya lakukan bukannya heboh dengan ketakutan itu, tapi sebaliknya. Saya harus bersyukur untuk segala sesuatu yang terjadi. Saya tahu, hanya Tuhanlah sumber pengharapan dan penolong yang sejati.

Sejak bisa lebih banyak bersyukur itulah, batin saya lebih tenang. Saya mulai nggak parnoan lagi, dan bisa menjalani hidup dengan lebih santai.

Dulu sebelum pandemi, kami jarang sekali melakukan doa bareng. Sekarang, setiap malam kami duduk berkeliling dan beribadah bersama. Sesuatu yang sangat saya syukuri, karena pandemi ini justru mendekatkan hubungan antara saya, suami, dan juga anak-anak. Dengan begitu, kami bisa saling menguatkan.

 

Rumahku, Sekolahku, Ruang Kreatifku

tetap kreatif di tengah pandemi

berkreativitas bareng anak-anak membuat saya tetap aktif dan waras

Dulu, setiap subuh saya udah berjibaku dengan masakan dan bekal yang harus dibawa anak-anak ke sekolah, plus nyiapin makanan untuk ibu dan bapak selama saya nggak di rumah. Sementara anak-anak sekolah, saya bisa melakukan beragam aktivitas, termasuk nulis buku dan ngeblog atau menghadiri event tertentu. Sekarang, selama mereka sekolah dari rumah otomatis saya harus jadi guru (terutama buat Kevin yang masih duduk di TK).

Meski Kevin nggak tiap hari mengikuti sesi zoom atau pembelajaran daring lainnya, tapi saya harus menemaninya mengerjakan beberapa tugas yang diberikan oleh guru. Seperti membuat kerajinan, mewarnai gambar, berlatih membaca dan segala macam. Amazingly, justru selama 3 bulan pertama sekolah dari rumah, Kevin langsung lancar membaca loh. Ini jelas sesuatu yang sangat saya syukuri.

Gara-gara pandemi ini juga, saya jadi bisa mengamati dan belajar lagi materi sekolah anak SMA yang ternyata jauh beda sama zaman saya sekolah dulu. Kadang, si kakak yang bingung soal materi, bertanya sama saya. Alhasil, saya juga jadi lebih pinter deh.

Nggak cuma belajar akademis, selama di rumah aja sisi kreatif kami makin terpoles. Terbukti beberapa kali saya berkolaborasi dengan si kakak menghasilkan karya musik yang lumayan menghibur. Selain mengasah skill dan kreativitas, bermusik juga membuat kami lebih fresh dan bebas stres.

 

Rumahku, Gymnastic dan Ruang Bermainku

Sejak di rumah aja, saya jadi jarang beraktivitas fisik yang cukup. Kegiatan saya ya cuma masak, beberes, nyuci, nyetrika dan beberapa tugas domestik lain yang intinya nggak bikin tubuh bergerak dengan optimal. Sadar akan hal itu, saya jadi beli yoga mat dan mulai memaksa diri melakukan yoga meski cuma ala-ala dan ngikutin tutorial di kanal Youtube aja. Selain itu, pandemi ini juga memaksa saya untuk lebih bergerak meski cuma di atas treadmil.

Si Kevin beda lagi. Karena nggak bisa keluar rumah, saya membiarkannya bermain sepeda dan bola di dalam rumah.

What? Di dalam rumah? YES!

Dia bebas mau ngelilingin rumah berapa kali, mau nendang bola jam berapa aja, dan berlarian tanpa batas. Mau koprol? Boleh, tapi di atas kasur. Woles-in aja saya mah. Yang penting kami hepi dan tetep sehat. Kalau dulu? Boro-boro!

Rumahku, Restoran Favoritku

Nggak muluk-muluk sih, yang ini mah. Dari dulu dasarnya saya emang suka masak. Untuk anak-anak, saya paling rajin bikinin mereka home made food, terutama pas mereka kecil. Tapi seiring anak-anak besar, kami mulai banyak menjelajah rasa dan berwisata kuliner. Nah, di masa pandemi ini, kami jelas jadi jarang jajan. Sampai sekitar enam bulan sejak pandemi masuk negeri ini, kami hampir ngga pernah jajan sama sekali. Itu artinya saya harus memasak sendiri semua makanan dan minuman untuk orang rumah.

Yang jadi concern saya selama memasak sendiri ini adalah, gimana caranya makanan yang saya siapkan itu nggak sekedar enak tapi juga sehat. Imunitas tubuh adalah hal penting yang harus kami usahakan, bukan? So, setiap kali masak saya nggak pernah main-main. Sebisa mungkin saya selalu memberikan #KebaikanAlami dari bahan-bahan masakan berkualitas terbaik untuk orang rumah. Untung, selera makan kami nggak jauh beda. Jadi tugas saya agak ringan, nggak harus bolak balik masak dalam sehari.

Well, untuk menjaga stamina tubuh tentunya nggak hanya dari makanan. Minuman pun turut serta memberi asupan nutrisi yang nggak kalah pentingnya. Sebagai trah keluarga tukang jamu, saya suka mengonsumsi minuman herbal yang efeknya joss banget di tubuh.

Sejak lama, saya suka banget sama minuman sari jahe, beras kencur hingga kunyit asam. Kebiasaan ini berlanjut sejak pandemi mulai datang. Dulu pas masih ada ibu, kami sering bebikinan minuman ini sama-sama, terutama kalau pas badan pegel-pegel gitu. Ah… tukan jadi kangen ibu lagi huhuhu…

aktif dan kreatif di tengah pandemi dengan herbadrink

Semenjak ibu nggak ada, saya pun malas bikin sendiri. Selain nggak ada temennya, juga mana sempaat? Waktu saya abis buat yang lain. Beruntung sekarang ada Herbadrink, minuman herbal alami yang praktis dan ekonomis. Tinggal seduh, aduk dan voila! Segelas minuman sehat dan segar siap diteguk.

Senangnya lagi, herbadrink nggak melulu bisa diseduh aja loh. Produk ajib ini bisa banget disandingkan dengan beragam menu lain yang bikin jadi tambah endeus. Baik sebagai penambah rasa, maupun sebagai bahan dasar dalam beragam makanan dan minuman lainnya.

 

Emang Ada Berapa Varian Rasa sih, Herbadrink Ini?

Banyak! Itu jawabannya hehehe. Jadi, Pemirsah, kita bisa temukan herbadrink ini dalam beragam varian rasa: Sari Jahe, Sari Temulawak, Kunyit Asam, Lidah Buaya, Chrysantium, Beras Kencur, Kunyit Asam Sirih Plus Madu, Kopi Ginseng dan Wedang Uwuh. Tinggal pilih aja mana yang jadi favorit kita, seduh atau campur dengan beragam menu lainnya, dan nikmati deh manfaatnya.

Kalau saya sih, paling suka beberapa varian berikut ini.

Herbadrink Sari Jahe

herbadrink sari jahe

Sejak dulu, kalau nggak enak badan saya suka ngerebus jahe dan mencampurnya dengan kayu manis, cengkih, daun jeruk, serai, dan gula Jawa. Kini, semenjak kenal sama herbadrink Sari Jahe yawdah, langsung jatuh cinta deh.

Selain menyeduhnya begitu aja, saya juga mencampurnya dalam minuman tradisional seperti kolak. Rasanya makin enak, berkat sari jahenya yang beneran nampol. Dalam setiap sendok, ada rasa legit gula jawa berpadu dengan harum aroma jahe plus rempah-rempah yang saya masukkan.

Minuman ini sangat nikmat diseruput saat hangat, ataupun dingin seperti yang saya sukai.

Yang menarik, varian sari jahe ini dibuat sugar free. Artinya lebih aman dong dikonsumsi. Produsen membekali produk ini dengan sukralosa, yakni pemanis buatan yang zero kalori dan tidak memiliki efek pada metabolisme karbo dalam tubuh. Selain itu, juga relatif masih aman bagi level gula darah dalam tubuh. Don’t worry, sebab produk ini sudah mendapatkan lisensi keamanan dari BPOM RI sehingga aman dikonsumsi.

Jahe memang sejak dulu dikenal sebagai salah satu bahan alami yang mampu memberikan efek relaksasi, meredakan perut kembung, dan mengurangi mual. Kandungan minyak atsiri di dalamnya juga dipercaya mampu mencegah membantu pengeluaran gas dari lambung dan membantu kerja jantung, menurunkan tekanan darah, anti stress, mengurangi migren, hingga menjadi anti toxin dengan mengeluarkan racun lewat keringat.

Herbadrink Kunyit Asam

aktif dan kreatif di tengah pandemi

Varian yang satu ini kayaknya jadi idolak banget buat kaum hawa seperti saya. Terutama saat tamu bulanan datang. Saya suka mengonsumsinya untuk membantu meredakan sensasi begah dan keram perut yang cukup mengganggu. Kadang, saya meminumnya hangat-hangat, tapi lebih seringnya dalam kondisi dingin yang lebih segar.

Herbadrink Sari Temulawak

Herbadrink herbal sari temulawak

Untuk varian herbadrink yang ini, pas banget buat saya yang sering mengeluhkan gangguan nyeri lambung. Kebiasaan saya makan pedas dan asam, terkadang jadi buah simalakama. Apalagi kalau pas telat makan, duh itu lambung bisa protes tak berujung.

Setelah lumayan rutin mengonsumsi sari temulawak ini, keluhan lambung saya berangsur hilang. Tak hanya itu, temulawak juga bermanfaat untuk menjaga kesehatan hati. Oya, selain menyeduhnya langsung, saya juga biasa mencampurkannya dengan madu atau sari jahe. Enak loh!

Happiness is a State of Mind

Kita nggak pernah tahu kapan pandemi ini akan berakhir. Sama seperti saya nggak pernah tahu, mengapa ibu pergi begitu mendadak. Semua itu adalah misteri Ilahi yang hanya Tuhan yang tahu. Secara manusia, kita mungkin berpikir ini sebagai musibah, tapi kita bisa belajar darinya dan melihat betapa masih banyak hal yang patut kita syukuri dan membuat bahagia. Seperti kesehatan dan napas hidup yang masih kita miliki. Itu adalah privilege yang luar biasa.

Mengeluh atau terus melangkah maju adalah pilihan. Dan kitalah penentunya. Semua peristiwa yang terjadi bisa saja membuat kita down berlarut-larut atau justru bangkit dan menjadi kreatif untuk hidup yang lebih berarti.

Dan saya pilih yang kedua. Selama masih diberikan napas hidup, bagian terbaik yang harus kita lakukan adalah bergerak. Karena begitu kita berhenti dan mulai mengeluh, di situlah pintu-pintu akan tertutup.

Saya sangat bersyukur bahkan di era pandemi ini saya justru mendapatkan banyak job baik sebagai blogger maupun penulis buku. Tuhan sungguh bekerja dalam cara yang luar biasa. Selalu ada berkat di balik ujian. Itu yang saya yakini.

Meski dunia sedang slow motion, atau bahkan di beberapa area sedang membeku, kita masih bisa menciptakan dunia sendiri yang penuh aktivitas, positivitas dan kreativitas tanpa batas. Dan di situlah gunanya kita memiliki rumah yang hangat, tempat kita berbagi harap dan menggalang kekuatan. Ya, kekuatan untuk melangkah maju di tengah segala ketidakpastian. Di tengah pandemi, kita jadi punya waktu lebih banyak untuk berkontemplasi dan menyatukan hati bersama keluarga, bukan?

Manfaat herbadrink

Sekarang, tak ada alasan bagi saya untuk berhenti, meratap dan berduka lama-lama. We are not alone! Seluruh dunia menanggung beban yang sama. Perbedaannya adalah pada pilihan yang kita ambil. Akankah kita tetap aktif dan menciptakan kebahagiaan itu, atau terpuruk dalam keadaan yang membuat hati kecut.

Tuhan membekali kita dengan kemampuan beradaptasi yang luar biasa. Itulah yang saya percaya bisa menjadi bekal untuk tetap optimis, aktif dan kreatif menjalani hari-hari yang sulit. Lindungi diri, taati protokol kesehatan, dan singkirkan keluh kesah yang menutupi langkah. Kaum rebahan? Pergi sana, gih!

 

bety kristianto