Jadi ibu-ibu genk caesar tuh kadang bikin saya galau. Soalnya, denger-denger tuh, anak lahir caesar punya imunitas tubuh yang lebih rendah ketimbang anak-anak yang dilahirkan secara normal. Dulu, saya malah sempet denger lahiran caesar nggak bisa ngasih ASI, anaknya jadi bodoh, dan macem-macem lagi yang gampang banget bikin semangat kendor dan down. Alhasil, pas abis lahiran anak pertama, saya langsung kena baby blues syndrome.
Atas izin Tuhan, dua anak saya semuanya lahir lewat persalinan caesar. Lewat dua pengalaman lahiran caesar ini saya mendapat pengalaman yang berbeda loh. Kalau si kakak Rafael dulu, tindakan bedah caesar ini harus diambil karena saya sudah tiga hari mengalami kontraksi, bukaan jalan lahir (yang akhirnya macet huhuhu), dan proses induksi yang asli bikin saya makin nervous dan malah lemas. Hari ketiga tengah malam saya udah nggak kuat, tanda-tanda vital janin mulai menunjukkan gejala nggak bagus, dan kondisi saya yang terus menurun. Akhirnya, dengan derai air mata dan suami yang kegugupannya udah level dewa, saya harus nurut perintah dokter kandungan untuk segera naik ke meja operasi. “Nggak bisa nunggu lagi, Pak. Risikonya terlalu besar buat ibu dan janin. Nggak ada kemajuan pembukaan, denyut jantung anak tak teratur, ibu mulai bleeding, dan makin lemas.” Begitu kalimat dokter yang masih sempat saya dengar.
Singkat kata, karena kondisi saya yang nggak memungkinkan untuk lahiran normal, akhirnya ya udah, saya menjalani persalinan caesar dengan bius total. Kata suami, saya nggak sadar sekitar 3-4 jam. Dan alhasil, saya pun baru bisa ketemu anak pertama setelah hampir setengah hari berlalu karena kondisinya nggak terlalu bagus. Begitu juga dengan kondisi saya pasca operasi.
Beda cerita waktu lahiran anak kedua. Setelah 8 tahun berlalu, saya masih aja trauma dengan proses melahirkan. Dan setelah diskusi dengan dokter, menimbang semua faktor risiko caesar, dan memilih alternatif yang paling nyaman dan aman buat saya, akhirnya kami pilih tindakan bedah untuk melahirkan Kevin.
Nggak hanya saya lho yang kalau hamil tuh jadi kepo. Ternyata, ada banyak mamak genk caesar yang diliputi kegalauan terkait tumbuh kembang dan kondisi kesehatan buah hatinya. Seperti gimana ya nanti kalau anaknya jadi rentan sakit, gampang kena alergi, gak optimal tumbuh kembangnya, dan lain-lain. Jujur, yang kayak gini tuh bikin buibu super galau. Ya, kan?
Nggak mau terjebak dalam kegalauan seperti jaman anak pertama dulu, saya jadi rajin nyari info seputar tumbuh kembang anak kelahiran caesar. Beruntung banget hari Kamis kemarin, 27 Agustus 2020, saya berkesempatan ikut Webinar kece yang bertajuk “Optimalkan Imunitas Anak Kelahiran Caesar dengan Mikrobiota Sehat” yang digelar oleh Nutriclub dan menghadirkan narasumber yang oke banget, yakni Dr. dr. Ali Sungkar, SpOG(K), Prof. Dr. Moh. Juffrie, SpA(K), PhD (Gastro), dan Cynthia Lamusu.
Acara yang dihelat secara virtual ini dipandu oleh Chyntia Oktaviani sebagai moderator dan berlangsung sekitar 2 jam. Diawali dengan sambutan oleh Bapak Arif Mujahidin selaku Corporate Communication Director Danone Indonesia yang mengatakan bahwa setiap anak, apapun metode persalinannya, harus didukung agar siap dan tangguh menghadapi tantangan di masa depan -termasuk tantangan imunitas bagi anak kelahiran caesar. Untuk memastikan semua anak mendapatkan imunitas tubuh yang baik, nutriclub ingin membagikan informasi yang benar seputar bagaimana mempersiapkan kelahiran caesar dan khusus bagi orang tua dengan anak lahir caesar, dapat mendukung komposisi mikrobiota sehat untuk mengoptimalkan sistem imunitas si Kecil.
Gimana, kece kan temanya? Dijamin abis ikutan acara ini emak genk caesar jadi merasa dapet suntikan vitamin jiwa gitu, deh. Kayak saya kemarin, hehe. Selengkapnya, di bawah ini adalah informasi yang disampaikan dalam 3 sesi. Kuy, ikutin ya!
Baca juga : Pentingnya Imunitas Anak untuk Optimalkan Tumbuh Kembangnya
Table of Contents
Apa saja yang perlu dipersiapkan untuk menghadapi kelahiran caesar?
Pada sesi pertama ini, Dr. dr. Ali Sungkar, SpOG(K) sebagai pemateri menyampaikan beragam informasi penting terkait apa sih seksio caesaria, risiko, pertimbangan medis yang melatarbelakangi, hingga risiko yang perlu diwaspadai.
Menurut data yang disajikan, secara global, persalinan caesar menempati 30 persen dari keseluruhan angka kelahiran di dunia. Negara maju seperti Amerika, Inggris, Jerman, Denmark, dan Belanda menempati urutan tertinggi negara dengan proses kelahiran caesar ini. Di Indonesia sendiri, ada sekitar 15-19 persen ibu yang melahirkan seara caesar dan rata-rata dilakukan di kota-kota besar.
Apa itu Caesarean Section?
Sebelum membahas lebih lanjut, dr. Ali menjelaskan terlebih dahulu apa sih yang dimaksud dengan Caesarean Section alias persalinan caesar ini.
Menurut WHO, persalinan caesar adalah metode melahirkan janin melalui insisi pada dinding anterior abdomen (laparotomi) dan dinding uterus (histerotomi). Metode ini merupakan salah satu prosedur pembedahan mayor yang cukup sering dilakukan, terutama di era modern ini. Persalinan caesar juga merupakan tindakan yang dianggap efektif untuk menekan angka kematian ibu dan anak jika dilakukan sesuai indikasi medis. Namun, pada tingkat populasi, persentasi >10 persen ini nggak berhubungan dengan berkurangnya angka kematian ibu dan anak.
Baca juga : Pentingnya Seribu Hari Pertama Ananda
Ada dua jenis persalinan caesar ya Moms, yakni seksio sesarea terjadwal (operasi terjadwal) dan seksio sesarea emergency (tidak terencana). Secara umum, operasi terjadwal ini tentu saja memiliki beberapa kelebihan dibanding yang tidak terencana.
Sebelum menentukan tindakan operasi caesar ini, biasanya para dokter akan menyampaikan apa aja sih risiko yang mungkin saja terjadi pada ibu dan anaknya. Pada ibu, risikonya antara lain kemungkinan terjadinya infeksi dan perdarahan pasca operasi, reaksi anestesi yang tidak diharapkan, bekuan darah, luka pasca operasi, cedera operasi, dan peningkatan risiko pada kehamilan berikutnya. Sedangkan pada anak, bisa saja mengalami cedera operasi dan risiko pada pernapasannya.
Karena itu, dokter juga nggak sembarangan mengambil keputusan untuk melakukan tindakan operasi. Harus ada indikasi faktor risiko caesar yang tepat ya Moms. Antara lain adalah:
1. Persalinan tidak maju-maju (ini yang saya alami saat kelahiran anak pertama)
2. Anak mengalami distress (kondisinya tidak baik)
3. Posisi atau presentasi anak yang tidak sesuai (melintang, sungsang, dan lain-lain)
4. Kelahiran kembar atau lebih
5. Kelainan letak plasenta
6. Prolaps tali pusat
7. Masalah kesehatan
8. Hambatan jalan lahir (ini juga saya alami saat kelahiran pertama)
9. Riwayat operasi caesar sebelumnya
Selain hal-hal di atas, kondisi panggul sempit, program kehamilan, tinggi badan, dan usia ibu juga bisa memengaruhi pengambilan keputuan persalinan caesar ini. Biasanya, ibu yang lebih tua berisiko mengalami kegagalan kemajuan persalinan. Meski demikian, permintaan dari calon ibu untuk melahirkan secara caesar juga menjadi alasan terbesar tindakan operasi yang dilakukan.
Berdasarkan data Riskesdas, prevalensi tindakan persalinan caesar di tanah air berada di angka 17,6 persen. Selain itu, selama 2017-2018 kemarin, terjadi 2822 kelahiran di Indonesia, dan 1430 di antaranya adalah keharian caesar. Dari 1430 itu indikasi kondisi ibu dan gawat janin menempati urutan tertinggi.
Menurut dokter yang aktif melayani di RSCM ini, dalam banyak kasus, operasi caesar adalah prosedur yang menyelamatkan jiwa dan bisa menjadi pilihan tepat untuk ibu dan anaknya. Faktor medis seperti paritas, panggul yang sempit, ketuban pecah dini, preeklamsia, janin terlalu besar, kelainan letak janin, dan janin kembar, serta faktor nonmedis seperti kondisi psikis ibu bisa meningkatkan risiko melahirkan secara caesar. Keputusan tindakan persalinan caesar ini harus melalui prosedur medis, mulai dari informed consent dan pemberian edukasi mengenai manfaat dan risiko operasi caesar karena metode caesar pada persalinan dapat menimbulkan konsekuensi kesehatan jangka pendek maupun panjang. Nah, salah satunya adalah terkait dengan sistem imun anak nanti. Hal ini karena jalur lahir ibu dapat memengaruhi kolonisasi bakteri dan mikrobiota saluran cerna yang penting untuk perkembangan imunitas anak.
Lebih lanjut, dokter Ali juga menjelaskan bahwa metode persalinan ikut menentukan jenis mikrobiota yang nantinya akan menghuni usus anak. Mereka yang lahir pervaginam akan dikolonisasi oleh bakteri dan feses ibu, termasuk Lactobacillus dan Bifidobacterium. Sedangkan anak-anak yang lahir secara caesar, proses kolonisasi mikrobiotanya dipengaruhi oleh faktor eksternal, sehingga bisa terjadi ketidakseimbangan mikrobiota usus. Asal tahu ya Moms, kolonisasi mikrobiota usus ini merupakan hal yang sangat krusial dalam menjaga kesehatan anak loh. Paparan pertama dengan komunitas mikrobiota maternal (vagina, feses, ASI, mulut, dan kulit) akan menentukan kematangan usus, perkembangan metabolik, dan imunologi serta konsekuensi status kesehatan jangka pendek dan panjang si kecil.
Dokter Ali mengatakan bahwa dalam tubuh kita ini ada 10 kali lebih banyak microbial cells ketimbang human cells. Dan semuanya itu tersebar di seantero tubuh kita, dari ujung kepala ke ujung kaki, termasuk kulit juga. Pada wanita hamil, terjadi peningkatan populasi mikroba pada saluran cerna dan vagina. Dan hal ini lah yang bisa memengaruhi tingkat imunitas anak yang lahir pervaginam tadi. Selain terpapar mikrobiota yang ada di jalur lahir dan feses ibu, sangat penting bagi anak untuk mendapatkan Inisiasi Menyusui Dini (IMD) sehingga ia bisa melakukan kontak langsung pertamanya yakni antara mulut anak dengan kulit ibu.
Secara umum, mikrobiota yang ada di usus anak akan berkembang menjadi dua pilihan yakni
Symbiosis –> meningkatkan toleransi imun, metabolisme tubuh yang sehat dan intestinal homeostatis.
Dysbiosis –> meningkatkan risiko penyakit terkait imunitas (seperti atopy, asma, dan multiple sclerosis), intestinal diseases (seperti inflamatory bowel disease) dan metabolic disorders (misalnya diabetes mellitus tipe 1.
Melengkapi penjelasan dr. Ali, Prof. Dr. Moh. Juffrie, SpA(K), PhD (Gastro) pada sesi kedua memaparkan materi yang nggak kalah menarik, yakni tentang fakta mikrobiota saluran cerna dan pengaruhnya terhadap imunitas seseorang.
Mengawali penjelasannya, Prof. Juffrie mengatakan bahwa untuk bisa berfungsi normal, tubuh kita tuh nggak hanya tersusun atas organ-organ penting seperti jantung, paru-paru, saluran saraf, dan otak. Tapi… yang nggak kalah penting adalah keberadaan mikrobiota untuk mendukung fungsi normal tubuh itu sendiri, termasuk di dalam saluran cerna. Nah mikrobiota usus ini adalah bakteri jahat dan baik yang ada dalam usus dan jumlahnya itu bisa mencapai 1-2 kg melebihi jumlah sel tubuh. Lokasi paling banyaknya ada di usus besar. Karena itu, 70-80 persen sistem imun manusia itu berada di dalam saluran cerna. Dan, mikrobiota saluran cerna mendukung perkembangan dan fungsi sistem imun.
Pada anak, mikrobiota saluran cerna ini berkembang sejak lahir hingga usia 3 tahun. That’s why, periode 3 tahun pertama kehidupannya ini adalah waktu yang krusial untuk membentuk mikrobiota yang sehat untuk mendukung imunitasnya.
Menurut dokter senior yang bertugas di RS dr. Sardjito Yogyakarta ini, metode kelahiran memengaruhi mikrobiota saluran cerna anak. Seperti yang sudah disampaikan oleh dr. Ali sebelumnya, anak-anak yang lahir pervaginam mendapatkan mikrobiota melalui jalur lahir, di mana jumlah bakteri baiknya lebih banyak ketimbang anak-anak yang lahir secara caesar yang mendapatkan mikrobiota dari lingkungan rumah sakit, di mana jumlah bakteri baiknya lebih sedikit.
Dalam perkembangannya, jika jumlah bakteri baik lebih besar dibanding bakteri jahat (eubiosis), maka akan tercipta sistem imun yang baik, sekaligus mengencangkan sambungan usus. Jadi, kuman-kuman akan lebih susah menyusup ke saluran cernanya. Sebaliknya, jika jumlah bakteri baik lebih sedikit ketimbang yang jahat (dysbiosis) maka akan mengganggu sistem imun anak. Hal ini karena sambungan usus lebih renggang sehingga memungkinkan kuman penyakit lebih mudah masuk dan bisa menyebabkan diare, intoleransi makanan, alergi, dibetes mellitus tipe 1, dan lain-lain. Intinya mah anak jadi lebih gampang sakit, gitu. Hm, makanya penting banget ya, Moms, menjaga kesehatan saluran cerna anak, terutama anak-anak kelahiran caesar ini.
Bacaan terkait : Apa Itu Selective Mutism?
Lalu gimana caranya memperbaiki keseimbangan mikrobiota saluran cerna pada anak kelahiran caesar?
ASI! Itu jawaban pertama dari Prof. Juffrie. Yes, sebagai pendukung ASI, saya juga mengaminkan jawaban beliau ini. Pertama kali jelas banget ASI adalah nutrisi terbaik yang sudah disiapin Tuhan untuk buah hati kita. Selain mengandung lebih dari 200 spesies mikroorganisme yang dikenal sebagai human milk oligosaccharides (a.k.a prebiotik), ASI juga praktis dan nggak ribet nyiapinnya. Kandungan prebiotik dan probiotik pada ASI bersinergi membentuk sinbiotik yang fungsinya top banget untuk membantu mempercepat kolonisasi bakteri baik dan meningkatkan jumlah bakteri baik, termasuk Bifidobacterium pada si kecil.
Selain ASI, kita juga bisa memberikan asupan probiotik dan prebiotik dalam jumlah yang cukup untuk mendukung tumbuh kembang optimal anak-anak. Prebiotik ini bisa kita dapatkan dari makanan sehari hari seperti sayur, buah, serta beragam sumber protein hewani dan nabati serta makanan pelengkap lainnya. Tak hanya itu, kita juga bisa mendapatkan prebiotik ini dari susu pertumbuhan yang telah diperkaya dengan frukto oligosakarida (FOS) dan galakto oligosakarida (GOS) dalam jumlah yang tepat. Tapi ingat ya Moms, susu pertumbuhan ini sebaiknya diberikan setelah anak disapih.
Pengalaman hamil dengan faktor risiko caesar
Pada sesi ketiga, ada Cynthia Lamusu, celebrity mama yang memiliki pengalaman hamil anak kembar lewat metode anak tabung (IVF), dan menjalani persalinan caesar di usia yang tak lagi muda.
“Kehamilan Bima dan Tatjana merupakan kehamilan berisiko tinggi mengingat kami menggunakan metode anak tabung, kehamilan di usia 37 dan janin kembar. Kondisi ini menjadi faktor risiko yang mengharuskan saya melahirkan secara caesar. Namun, hal itu tidak menyurutkan semangat kami menyambut kelahiran si kembar. Kami meningkatkan intensitas cek ke dokter agar kesehatan ibu dan anak terus terpantau. Kami juga mempelajari berbagai hal tentang persalinan caesar termasuk risiko imunitas yang lemah dan potensi alergi yang lebih tinggi pada anak,” ujar Cynthia Lamusu.
Beruntung, Cynthia memiliki support system yang hebat. Dukungan suami, pihak rumah sakit, dan orang-orang terdekat membuatnya kuat menghadapi tantangan menjelang persalinan. Selain itu, Cynthia juga melakukan tes potensi caesar yang menurutnya sangat memperkaya wawasannya tentang metode persalinan caesar ini. Sedangkan untuk mengoptimalkan tumbuh kembang si kembar, Cynthia memberikan ASI dan memastikan keduanya mendapatkan nutrisi anak yang tepat, hingga saat ini mereka telah beranjak besar dan tumbuh dengan sehat.
Nah sekarang genk mamak caesar seperti saya nggak perlu risau lagi ya sama tumbuh kembang si kecil. Ingat, setiap anak, apapun metode kelahirannya, berhak mendapatkan dukungan agar tumbuh menjadi generasi tangguh dan siap menghadapi tantangan masa depan. Buat kalian yang ingin tahu lebih banyak soal nutrisi anak dan tumbuh kembang buah hati, cuss aja langsung kepoin webnya nutriclub ya! Ada banyak informasi menarik yang pastinya bikin mamak bebas galau.
Salam sayang,
Wah penjelasan simbok lengkap banget. Baru tahu kalau ternyata metode melahirkan memengaruhi mikrobiota pencernaan anak, selama ini tahunya hanya mempengaruhi proses mengASIhi anak.
Keren euy infonya.
Ada beberapa Indikasi ya ternyata yang mememungkinkan diputuskannya persalinan secara sesar, kalau aku kasusnya letak plasenta yang menutupi jalan lahit. Akhitny dari awal memang sesar yang direncanakan. Jadi lebih lahir batin persiapannya. Kalau masalah imunitas memang aku rasakan beda antara si kakak yang lahir pervaginam dan adik yang sesar.
Syukur literasi seperti lengkap ada di nutriclub bisa membantu para ibu genk sesar untuk mendukung imunitas anak kelahiran sesar nanti
Ah, aku termasuk salah satu Emak yang sempat galau tentang kesehatan dan tumbuh kembang anak kelahiran jalur bebas hambatan alias caesar. Najwa dan najib, keduanya lahir melalui caesar emergency. Kalau Najwa dulu kasusunya preeklampsia menjelang kelahiran dan janin terlalu besar, sedang Najib mendadak flek di H-30 dari jadwal HPL. Awalnya ya sempat galau karena orang-orang pada bilang kalau anak-anakku bakalan rendah imunitasnya karena gak lahir secara normal. Semenjak itu aku malah care sama urusan asupan anak, salah satunya ASI dan MPASI yang buatku merupakan masa-masa penting untuk mengenalkan aneka bahan pangan. Syukur alhamdulillah, anak-anak sehat sampai sekarang. Jadi menurutku apapun jalan kelahiran anak, urusan imunitas tubuh ini harus diupayakan orangtua. Salah satunya ya melalui asupannya itu. Penjelasannya oke banget. Terutama bagian mikrobiota pencernaan anak, aku bener-bener baru tahu ttg ini.
Acara nutriclub ini oke banget. Mbak Betty juga jelas sekali menyampaikan nya. Saya tidak pernah melahirkan dengan metode caesar jadi tidak tahu kesulitannya dan kegalauannya.
Saluran pencernaan anak ternyata bisa terpengaruh juga. Tapi bisa distimulasi dengan baik jika para mama nya mau aktif belajar untuk pengasuhan terbaik. Kalau kata ayah Edi Indonesia Strong from Home
Ada beberapa temanku yang karena satu dan lain hal memilih melahirkan secara caesar.
Mereka benar-benar memperhatikan masalah asi dan sebagainya yang yuni nggak mengerti benar detailnya bagaimana sebelumnya.
Tapi, baca info ini jadi agak memahami sih apa yang mereka usahakan. Dan putri-putra mereka yang dilahirkan secara caesar punya daya tahan tubuh yang bagus kok. Nggak kalah lah dengan yang lahir normal.
Wah, mbak, aku baru tahu tentang mikrobiota pada persalinan normal dan caesar. Kupikir sama saja, ternyata berbeda ya. Lalu, bagaimana dengan ibu yang tidak bisa memberikan ASInya karena faktor tertentu, padahal itu menjadi cara paling tepat untuk memperbaiki keseimbangan mikrobiota?